Kategori
Berita

CEPASO 2025: Ratusan Akademisi dan Aktivis Bersatu Bahas Agama, Politik, dan Perdamaian

Ratusan peserta dari 27 instansi hadir, mulai perguruan tinggi, lembaga pemerintah, hingga ormas

Salatiga, 17 November 2025 — Seminar Internasional CEPASO: Center for Education, Peace, and Social Justice yang digelar di Hotel Grand Wahid Salatiga berlangsung dengan antusiasme tinggi. Tema seminar kali ini, “Religion, Politics, and Peace Building: Critical Perspectives”, menjadi fokus diskusi peserta dari 27 instansi dan organisasi, termasuk perguruan tinggi, lembaga pemerintah, lembaga penelitian, dan organisasi masyarakat. Seminar ini membahas bagaimana agama, politik, dan dinamika sosial dapat dijadikan instrumen untuk membangun perdamaian yang inklusif dan berkelanjutan.

Peserta seminar berasal dari perguruan tinggi ternama seperti UIN Bandung, UIN Surabaya, UIN Walisongo, UKSW, INISNU Temanggung, STAI-PATI, UDINUS, Universitas Duta Bangsa, Tiga Serangkai University, dan BLA Semarang. Selain itu, lembaga pemerintah dan penelitian seperti BRIN dan Kementerian Agama turut hadir, bersama organisasi masyarakat dan ormas seperti PCNU Kota Salatiga, PDM Kota Salatiga, FKUB, MUI, Percik, serta sejumlah komunitas lainnya. Keberagaman peserta membuka ruang diskusi yang kaya dan memperkuat jejaring akademik serta kolaborasi lintas lembaga.

Dialog kritis lintas disiplin dan negara bahas agama, politik, dan perdamaian

Seminar menghadirkan pembicara dari berbagai disiplin ilmu dan negara, yang membahas isu-isu strategis mulai dari moderasi beragama, rekonsiliasi, politik untuk perdamaian, hingga climate justice. Peserta aktif berdiskusi, bertanya, dan berbagi pengalaman, menjadikan seminar ini tidak hanya forum akademik, tetapi juga arena kolaborasi internasional yang kritis dan produktif.

Rektor UIN Salatiga, Prof. Dr. Zakiyuddin Baidhawi, tekankan kolaborasi sebagai kunci solusi

Dalam sambutannya, Rektor UIN Salatiga, Prof. Dr. Zakiyuddin Baidhawi, M.Ag., menekankan bahwa hubungan antara agama dan politik memiliki peran penting dalam membangun perdamaian. Ia menyebut seminar ini sebagai momentum strategis untuk memperkuat dialog kritis dan kolaborasi lintas lembaga, demi menghadapi tantangan global yang semakin kompleks.

Direktur Pascasarjana soroti urgensi tema seminar

Direktur Pascasarjana UIN Salatiga, Prof. Dr. phil. Asfa Widiyanto, M.A., menekankan bahwa tema seminar kali ini sangat relevan dengan tantangan kontemporer. Menurutnya, memahami keterkaitan agama, politik, dan pembangunan perdamaian secara kritis penting untuk menghasilkan gagasan yang berdampak pada kebijakan, penelitian, dan praktik sosial. Seminar ini diharapkan memicu pemikiran baru dan strategi kolaboratif dalam menghadapi konflik, sekaligus mendorong keadilan sosial dan perdamaian yang berkelanjutan.

CEPASO: Pusat Kajian dan Dialog Global

Kegiatan ini kembali menegaskan peran CEPASO sebagai pusat kajian yang responsif terhadap isu kontemporer sekaligus platform strategis bagi dialog internasional. Dengan kehadiran peserta dari berbagai latar belakang, seminar ini membuka peluang kolaborasi baru, memperluas wawasan, dan mendorong inovasi dalam membangun masyarakat yang damai, inklusif, dan berkeadilan. (MAN)

Kategori
Berita

Agama vs Politik: Direktur Pascasarjana UIN Salatiga Ajak Diskusi Global di Seminar CEPaSO

Salatiga, 17 November 2025 – Direktur Pascasarjana UIN Salatiga, Prof. Dr. Phil. Asfa Widiyanto, MA., memberikan narasi pembuka dalam menyambut peserta Seminar Internasional CEPASO: Center for Education, Peace, and Social Justice, dengan tema “Religion, Politics, and Peace Building: Critical Perspectives”. Seminar ini berlangsung di Hotel Grand Wahid Salatiga dan dihadiri oleh akademisi, peneliti, dan praktisi dari berbagai negara.

Dalam sambutannya, Prof. Asfa Widiyanto menekankan relevansi tema seminar yang mengangkat hubungan antara agama dan politik. “Isu agama dan pendidikan bersifat ambivalen. Di satu sisi, keduanya dapat membangun masyarakat yang harmonis, tetapi di sisi lain juga berpotensi menimbulkan konflik. Seminar ini menjadi wadah untuk membahas bagaimana agama bisa menjadi solusi konstruktif dalam membangun perdamaian,” ujarnya.

Prof. Asfa Widiyanto menambahkan, pemikiran klasik Ibnu Khaldun menekankan peran agama sebagai pengikat sosial, sementara kajian modern Farid Alatas menunjukkan bagaimana agama tetap relevan dalam konteks politik kontemporer, seperti kasus di Istanbul. Menurutnya, agama tidak hanya berperan sebagai identitas spiritual, tetapi juga memberikan legitimasi bagi pendidikan, pemerintahan, dan kebijakan publik.

Seminar internasional ini menghadirkan narasumber ternama dari berbagai institusi, antara lain: Sumanto al-Qurthuby, Ph.D. dari Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW),  Prof. Stephane Lacroix dari Departement de Science Politique, Sciences Po Paris, Perancis, dengan fokus pada politik Islam dan konflik global. Prof. Sharifah M’unirai Alatas dari Malaysia, membawakan perspektif regional mengenai agama, pendidikan, dan perdamaian. Dan Munajat, Ph.D., Dosen UIN Salatiga.

CEPASO sendiri merupakan pusat studi yang lahir dari Pascasarjana UIN Salatiga, dengan tujuan menjadi wadah diskusi akademik dan kolaborasi internasional. Selain sesi paparan dari para pembicara internasional, seminar juga menghadirkan diskusi panel, tanya jawab, dan workshop untuk mendorong pertukaran ide serta penelitian kolaboratif.

Dengan terselenggaranya seminar ini, UIN Salatiga melalui CEPASO menegaskan komitmennya untuk memperkuat peran agama dalam membangun perdamaian, keadilan sosial, dan masyarakat yang inklusif. Seminar ini diharapkan menjadi langkah awal bagi kolaborasi akademik internasional yang lebih luas di masa depan. (MAN).

Kategori
Berita

Rektor UIN Salatiga Serukan Renaisans Baru Sebagai Mandat Kemanusiaan Dalam Seminar Internasional CEPaSo

Salatiga, 17 November 2025 — Seminar Internasional CEPASO: Center for Education, Peace, and Social Justice resmi dibuka oleh Rektor UIN Salatiga, Prof. Dr. Zakiyuddin, M.Ag., di Hotel Grand Wahid Salatiga. Dalam pidato pembukaannya, Rektor menyampaikan seruan kuat untuk menghadirkan sebuah renaisans baru dalam dunia pendidikan dan wacana global: renaisans yang berporos pada moderasi beragama dan keadilan iklim (climate justice) sebagai mandat kemanusiaan universal.

Institusi Lahir dari Nilai Agama dan Budaya

Dalam sambutannya, Prof. Zakiyuddin menegaskan bahwa lembaga pendidikan tidak pernah hadir secara terisolasi. Ia tumbuh dari akar budaya dan agama yang membentuk nilai, cara pandang, dan orientasi keilmuan sebuah bangsa. Karena itu, menurutnya, peran akademisi bukan hanya mengembangkan ilmu pengetahuan, tetapi juga menjaga keseimbangan moral masyarakat melalui moderasi, wasathiyah, serta keberanian memberi kritik sosial-budaya yang konstruktif.

“Ilmu pengetahuan dan institusi pendidikan selalu bertemu dengan agama dan budaya. Dari sanalah lahir moderasi, keseimbangan, dan keberanian untuk memperbaiki keadaan,” ujarnya.

CEPASO: Pusat Studi untuk Perdamaian dan Keadilan Sosial

Kegiatan ini merupakan bagian dari program rutin CEPASO, sebuah pusat studi yang dibentuk oleh Pascasarjana UIN Salatiga untuk mengkaji isu-isu pendidikan, perdamaian, rekonsiliasi, dan keadilan sosial. CEPASO juga menempatkan perubahan iklim sebagai salah satu fokus strategis karena dampaknya yang luas terhadap kehidupan sosial dan kemanusiaan.
Saat ini CEPASO dipimpin oleh Dr. Muhammad Aji Nugroho yang terus mendorong kolaborasi akademik lintas negara dan disiplin ilmu.

Renaisans Baru: Moderasi dan Climate Justice

Pada inti pidatonya, Prof. Zakiyuddin menyerukan kebutuhan mendesak untuk membangun paradigma baru dalam menghadapi tantangan global. Ia menyebut moderasi beragama dan keadilan iklim bukan hanya wacana normatif, melainkan mandat kemanusiaan yang harus dipikul baik oleh lembaga akademik, pemerintah, maupun masyarakat internasional.

“Dunia sedang memasuki fase kritis. Konflik, ekstremisme, dan krisis iklim berjalan berdampingan. Karena itu, kita membutuhkan renaisans baru—renaisans yang memadukan moderasi sebagai etika sosial, dan climate justice sebagai perjuangan moral,” tegas Rektor.

Menurutnya, peace building di abad ini tidak dapat hanya bertumpu pada pendekatan politik atau diplomasi, tetapi harus melibatkan ilmu pengetahuan, agama, budaya, dan kebijakan publik secara bersamaan. Rekonsiliasi multidisipliner inilah yang diyakininya dapat membangun perdamaian yang berkelanjutan.

Isu Iklim Sebagai Agenda Keadilan

Dalam konteks climate justice, ia menekankan bahwa perubahan iklim membawa ketidakadilan baru bagi kelompok rentan, sehingga pendekatan etis dan humanis harus menjadi dasar kebijakan global. Ia mengajak peserta seminar untuk memandang isu iklim sebagai persoalan kemanusiaan, bukan sekadar data dan statistik lingkungan.

“Climate justice adalah persoalan moral. Ia menentukan siapa yang selamat, siapa yang menderita, dan siapa yang harus bertanggung jawab,” jelasnya.

Menguatkan Peran Akademisi dan Pusat Studi

Melalui Seminar Internasional CEPASO ini, UIN Salatiga meneguhkan komitmennya menjadi pusat pengembangan ilmu dan nilai kemanusiaan yang responsif terhadap perkembangan global. Kegiatan ini diikuti oleh akademisi, peneliti, dan praktisi dari berbagai negara yang bersama-sama membahas dinamika konflik, pendidikan perdamaian, serta isu lingkungan yang terus berkembang. Visi dan gagasan yang disampaikan Prof. Zakiyuddin, seminar ini menjadi momentum penting bagi lahirnya perspektif baru tentang bagaimana moderasi beragama dan keadilan iklim dapat menjadi fondasi bagi masa depan peradaban.

Dengan pemaparan yang komprehensif dan argumentatif, Prof. Zakiyuddin memperkuat posisi UIN Salatiga sebagai institusi yang terus mendorong pengembangan ilmu, nilai perdamaian, dan keadilan sosial melalui berbagai forum akademik internasional. (MAN)

Kategori
Berita

Dosen Pascasarjana UIN Salatiga lakukan Pelatihan Moderasi Beragama Bagi Dosen dan Tenaga Pendidikan UIN KH. Abdurrahman Wahid Pekalongan

PEKALONGAN – Dalam upaya memperkuat pemahaman dan implementasi nilai-nilai moderasi beragama di lingkungan pendidikan tinggi keagamaan, LP2M Universitas Islam Negeri KH. Abdurrahman Wahid Pekalongan menyelenggarakan Pelatihan Moderasi Beragama bagi dosen dan tenaga kependidikan. Kegiatan yang berlangsung selama dua hari, pada 30-31 Oktober 2025, ini diadakan di Auditorium Fakultas Ushuluddin UIN KH. Abdurrahman Wahid Pekalongan.

Pelatihan yang diikuti oleh 60 peserta ini tidak hanya melibatkan dosen dan tenaga kependidikan dari dalam kampus, tetapi juga dari luar kampus, termasuk perwakilan dari UIN Walisongo Semarang dan Kementerian Agama Kab. Pekalongan. Pembatasan jumlah peserta dilakukan untuk memastikan kualitas dan efektivitas pelatihan tetap terjaga.

Kegiatan yang diinisiasi oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M) UIN KH. Abdurrahman Wahid Pekalongan melalui Kepala Pusat Moderasi Beragama ini menghadirkan dua narasumber yang berkompeten di bidangnya, Dr. Muhammad Aji Nugroho dari Pascasarjana UIN Salatiga dan Dr. Debbi Fajrin dari UIN Cirebon.

Melalui pelatihan ini, diharapkan para dosen dan tenaga kependidikan dapat lebih memahami prinsip-prinsip moderasi beragama serta mampu mengimplementasikannya dalam tridharma perguruan tinggi, yaitu pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Dengan demikian, civitas akademika dapat menjadi agen pemersatu bangsa yang berkontribusi positif dalam menciptakan harmoni di tengah masyarakat yang majemuk.

Kegiatan ini juga diharapkan dapat memperkuat jejaring dan kolaborasi antarperguruan tinggi keagamaan Islam negeri dalam mempromosikan Islam yang ramah, toleran, dan berkemajuan. (MAN)

Kategori
Berita

Kaprodi S3 PAI UIN Salatiga Bahas Diseminasi Hasil Disertasi Mahasiswa Program Doktor UIN Mataram

Mataram, 30 Oktober 2025 – Kaprodi S3 Pendidikan Agama Islam (PAI) Pascasarjana UIN Salatiga Dr. Ruwandi, MA. dipercaya menjadi pembahas dalam kegiatan Diseminasi Hasil Penelitian Disertasi yang dilakukan oleh Hilmi Sopian, mahasiswa Program Doktor PAI Pascasarjana UIN Mataram. Kegiatan berlangsung pada Hari Kamis, 30 Oktober 2025, pukul 09.00–10.30 WITA secara daring dan luring.

Disertasi yang dibahas bertajuk Pemikiran dan Kontribusi Sitti Raihanun Zainuddin Abdul Majid dalam Pengembangan Pendidikan Islam di Nusa Tenggara Barat”, yang mengkaji peran tokoh perempuan dalam pengembangan pendidikan Islam di wilayah NTB. Penelitian ini menyoroti kontribusi historis, filosofis, dan praktis dari Sitti Raihanun Zainuddin Abdul Majid, serta relevansinya terhadap praktik pendidikan Islam kontemporer.

Sebagai pembahas, Dr. Ruwandi, MA selaku Kaprodi S3 PAI Pascasarjana UIN Salatiga memberikan masukan kritis dan konstruktif terhadap metodologi penelitian, analisis data, serta implikasi temuan disertasi. Dr. Ruwandi menekankan pentingnya penelitian ini untuk memperkaya khazanah studi pendidikan Islam di Indonesia, khususnya dalam konteks pemberdayaan perempuan dan pengembangan pendidikan lokal.

Hilmi Sopian menyampaikan presentasi ringkas hasil penelitiannya, diikuti sesi tanya jawab dan diskusi interaktif. Para peserta terlihat antusias mendalami pemikiran Sitti Raihanun Zainuddin Abdul Majid serta relevansi kontribusinya bagi perkembangan pendidikan Islam modern di NTB.

Kegiatan ini menjadi salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas penelitian doktoral di bidang Pendidikan Agama Islam, sekaligus memfasilitasi pertukaran gagasan akademik antara mahasiswa dan pakar PAI dari berbagai perguruan tinggi. (MAN)

Kategori
Berita

Membangun Empati di Kelas: Guest Lecture PAI UIN Gusdur Pekalongan Angkat Kesadaran Multikultural

Pekalongan, 6 November 2025 – Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI) UIN Gusdur Pekalongan sukses menyelenggarakan Guest Lecture bertajuk “Belajar dalam Keberagaman: Menumbuhkan Kesadaran Multikultural dari Toleransi ke Empati di Ruang Kelas”. Kegiatan ini digelar di Aula FTIK dan dihadiri lebih dari 300 peserta, terdiri dari dosen dan mahasiswa PAI, yang antusias mengikuti paparan dan diskusi interaktif.

Acara menghadirkan narasumber Dr. Muhammad Aji Nugroho, Lc., M.Pd.I. dari Pascasarjana UIN Salatiga, yang membedah pentingnya membangun kesadaran multikultural di ruang kelas. Dalam pemaparannya, Dr. Aji menekankan bahwa toleransi saja tidak cukup, melainkan harus diterjemahkan menjadi empati yang nyata terhadap perbedaan budaya, agama, dan latar belakang peserta didik. “Belajar dalam keberagaman berarti mengajarkan siswa untuk merasakan dan memahami perbedaan, bukan sekadar menerima perbedaan secara pasif,” ujar Dr. Aji.

Acara ini diawali dengan sambutan dari Dekan FTIK UIN Gusdur Pekalongan, Prof. Dr. Muhlisin, M.Ag., yang menekankan pentingnya kegiatan seperti ini untuk membekali mahasiswa dan dosen dengan wawasan lintas budaya. “Sebagai institusi pendidikan, kita tidak hanya mentransfer ilmu, tetapi juga menanamkan sikap inklusif dan empati agar mahasiswa mampu menjadi agen perdamaian dalam masyarakat yang beragam,” ujar Prof. Muhlisin.

Sementara itu, Kaprodi S1 PAI, Dr. Ahmad Tarifin, S.Ag., M.Ag., menyambut positif kegiatan ini dan berharap seluruh peserta mampu menerapkan konsep multikulturalitas dalam konteks keberagamaan yang ada di Indonesia. “Melalui pemahaman multikultural, mahasiswa tidak hanya menjadi pendidik yang cerdas, tetapi juga bijak dalam menghadapi keragaman peserta didik,” tambahnya.

Kegiatan ini dipandu oleh Redika Westerling, Dosen PAI, sebagai moderator. Antusiasme peserta terlihat dari interaksi aktif selama sesi tanya jawab, di mana mahasiswa berbagi pengalaman terkait penerapan nilai multikultural dalam pembelajaran.

Dr. Aji Nugroho juga menekankan pentingnya strategi pembelajaran yang inklusif, seperti penggunaan studi kasus, diskusi kelompok heterogen, dan simulasi pengalaman lintas budaya untuk membangun empati. Ia menegaskan bahwa ruang kelas seharusnya menjadi laboratorium mini bagi mahasiswa untuk belajar menghargai perbedaan, memahami perspektif lain, dan mengembangkan kemampuan komunikasi lintas budaya.

Selain pemaparan materi, kegiatan ini juga menjadi ajang berbagi pengalaman praktik pendidikan multikultural antara dosen dan mahasiswa. Beberapa peserta aktif menyampaikan tantangan yang mereka hadapi di kelas terkait keberagaman peserta didik, mulai dari stereotip budaya hingga perbedaan nilai sosial, yang kemudian dibahas bersama narasumber untuk menemukan solusi praktis.

Kegiatan Guest Lecture ini ditutup dengan pesan kuat dari Dekan dan Kaprodi PAI bahwa pembelajaran multikultural bukan sekadar teori, melainkan kebutuhan mendesak dalam membentuk generasi pendidik yang bijak dan empatik. Mereka berharap, mahasiswa dapat membawa nilai-nilai tersebut ke ruang kelas dan komunitas, sehingga tercipta ekosistem pendidikan yang inklusif, harmonis, dan produktif.

Dengan terselenggaranya Guest Lecture ini, Prodi PAI UIN Gusdur Pekalongan berharap dapat memperkuat budaya akademik yang inklusif, menumbuhkan kesadaran multikultural, dan membentuk generasi pendidik yang mampu menghadapi tantangan pendidikan di masyarakat yang beragam. (MAN)

Exit mobile version
Dengarkan Teks