Pekalongan, 6 November 2025 – Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI) UIN Gusdur Pekalongan sukses menyelenggarakan Guest Lecture bertajuk “Belajar dalam Keberagaman: Menumbuhkan Kesadaran Multikultural dari Toleransi ke Empati di Ruang Kelas”. Kegiatan ini digelar di Aula FTIK dan dihadiri lebih dari 300 peserta, terdiri dari dosen dan mahasiswa PAI, yang antusias mengikuti paparan dan diskusi interaktif.

Acara menghadirkan narasumber Dr. Muhammad Aji Nugroho, Lc., M.Pd.I. dari Pascasarjana UIN Salatiga, yang membedah pentingnya membangun kesadaran multikultural di ruang kelas. Dalam pemaparannya, Dr. Aji menekankan bahwa toleransi saja tidak cukup, melainkan harus diterjemahkan menjadi empati yang nyata terhadap perbedaan budaya, agama, dan latar belakang peserta didik. “Belajar dalam keberagaman berarti mengajarkan siswa untuk merasakan dan memahami perbedaan, bukan sekadar menerima perbedaan secara pasif,” ujar Dr. Aji.
Acara ini diawali dengan sambutan dari Dekan FTIK UIN Gusdur Pekalongan, Prof. Dr. Muhlisin, M.Ag., yang menekankan pentingnya kegiatan seperti ini untuk membekali mahasiswa dan dosen dengan wawasan lintas budaya. “Sebagai institusi pendidikan, kita tidak hanya mentransfer ilmu, tetapi juga menanamkan sikap inklusif dan empati agar mahasiswa mampu menjadi agen perdamaian dalam masyarakat yang beragam,” ujar Prof. Muhlisin.
Sementara itu, Kaprodi S1 PAI, Dr. Ahmad Tarifin, S.Ag., M.Ag., menyambut positif kegiatan ini dan berharap seluruh peserta mampu menerapkan konsep multikulturalitas dalam konteks keberagamaan yang ada di Indonesia. “Melalui pemahaman multikultural, mahasiswa tidak hanya menjadi pendidik yang cerdas, tetapi juga bijak dalam menghadapi keragaman peserta didik,” tambahnya.
Kegiatan ini dipandu oleh Redika Westerling, Dosen PAI, sebagai moderator. Antusiasme peserta terlihat dari interaksi aktif selama sesi tanya jawab, di mana mahasiswa berbagi pengalaman terkait penerapan nilai multikultural dalam pembelajaran.
Dr. Aji Nugroho juga menekankan pentingnya strategi pembelajaran yang inklusif, seperti penggunaan studi kasus, diskusi kelompok heterogen, dan simulasi pengalaman lintas budaya untuk membangun empati. Ia menegaskan bahwa ruang kelas seharusnya menjadi laboratorium mini bagi mahasiswa untuk belajar menghargai perbedaan, memahami perspektif lain, dan mengembangkan kemampuan komunikasi lintas budaya.
Selain pemaparan materi, kegiatan ini juga menjadi ajang berbagi pengalaman praktik pendidikan multikultural antara dosen dan mahasiswa. Beberapa peserta aktif menyampaikan tantangan yang mereka hadapi di kelas terkait keberagaman peserta didik, mulai dari stereotip budaya hingga perbedaan nilai sosial, yang kemudian dibahas bersama narasumber untuk menemukan solusi praktis.
Kegiatan Guest Lecture ini ditutup dengan pesan kuat dari Dekan dan Kaprodi PAI bahwa pembelajaran multikultural bukan sekadar teori, melainkan kebutuhan mendesak dalam membentuk generasi pendidik yang bijak dan empatik. Mereka berharap, mahasiswa dapat membawa nilai-nilai tersebut ke ruang kelas dan komunitas, sehingga tercipta ekosistem pendidikan yang inklusif, harmonis, dan produktif.
Dengan terselenggaranya Guest Lecture ini, Prodi PAI UIN Gusdur Pekalongan berharap dapat memperkuat budaya akademik yang inklusif, menumbuhkan kesadaran multikultural, dan membentuk generasi pendidik yang mampu menghadapi tantangan pendidikan di masyarakat yang beragam. (MAN)