UNLIMITEDDESTINATION
If plane just can take you to specific Country
we can take you to everyplace with knowledge
"postgraduate"
Center of

Green Wasathiyah

Campus
International CLASS
Interdisciplinary COLLOQUIUM
Anualy Interdisciplinary Colloquium with International Guest Speaker
Center for Civilization Studies
cross-science civilization from the center of the civilization-building campus

Munirah Alatas Bahas Kekerasan Struktural dan Pendidikan untuk Perdamaian Asia Tenggara di Seminar Internasional CEPASO 

Salatiga, 17 November 2025 — Dalam Seminar Internasional CEPASO 2025 yang berlangsung di Hotel Grand Wahid, Salatiga, Munirah Alatas, Independent Scholar, Author & Researcher asal Malaysia, menghadirkan paparan mendalam tentang “Structural Violence, Education, and Peace Building” dengan fokus pada kawasan Asia Tenggara.

Munirah memulai dengan mengulas bagaimana Asia Tenggara selama ribuan tahun tidak pernah memiliki satu identitas atau nama tunggal yang diadopsi oleh seluruh komunitas di kawasan tersebut. Hal ini disebabkan oleh perbedaan identitas lokal yang lebih mengacu pada daratan dan wilayah maritim. Nama “Southeast Asia” sendiri baru muncul sebagai hasil konstruksi geopolitik kolonial dan upaya aliansi kekuatan besar pasca Perang Dunia II.

Kawasan ini terdiri dari penduduk daratan yang bermigrasi dari wilayah utara dan membawa bahasa Austro-Asiatic, serta penduduk maritim yang bermigrasi dari selatan-timur China dengan bahasa Malayo-Polynesian. Penduduk maritim ini sangat mobile, aktif dalam perdagangan, dan membangun budaya “keterbukaan” yang menjadi ciri khas kawasan.

Peran Kekuasaan Maritim dan Strategi Pascakolonial turut dibahas, di mana kekuatan-kekuatan kolonial berusaha menguasai perdagangan maritim dan membentuk identitas geopolitik yang bertujuan menjaga pengaruh pascakolonial mereka, termasuk melalui penamaan kawasan “Southeast Asia”.

Munirah juga mengkritisi pendekatan perdamaian mainstream yang masih terfokus pada geopolitik kekuatan besar dan keamanan militer, yang menurutnya tidak cukup memadai untuk kawasan dengan sejarah interaksi sosial yang kaya dan terbuka. Ia menegaskan bahwa perdamaian sejati harus dipahami dari perspektif komunitas dan subnasional, bukan hanya sekadar ketiadaan perang.

Kekerasan Struktural menjadi fokus utama dalam pemaparannya, di mana Munirah menjelaskan bahwa kekerasan jenis ini sering tersembunyi dan sulit diidentifikasi karena terinternalisasi dalam struktur sosial dan institusi. Dalam konteks pendidikan tinggi, kekerasan struktural ini muncul dalam bentuk diskriminasi penerimaan mahasiswa, penekanan jenis pengetahuan tertentu, distorsi kurikulum sejarah, budaya “bodek” dan nepotisme, serta lemahnya kualitas akademik.

Mengutip Syed Hussein Alatas, Munirah menguraikan bagaimana korupsi sebagai bagian dari kekerasan struktural melibatkan hubungan rahasia dan saling menguntungkan yang menomorduakan kepentingan publik demi keuntungan pribadi.

Untuk menghadapi tantangan geopolitik, Munirah mengajak ASEAN untuk menggunakan zona perdamaian bebas nuklir (ZOPFAN) sebagai landasan bersama dalam mengatur hubungan militer dan keamanan dengan kekuatan besar seperti Amerika Serikat dan China. Selain itu, perlu adanya kesepakatan mengenai akses militer dan kehadiran pangkalan asing di wilayah ASEAN.

Dalam konteks keagamaan, Munirah mengingatkan krisis sektarianisme dalam umat Islam dan mengangkat pentingnya Amman Message sebagai wacana persatuan yang menolak hegemonisasi pengetahuan dan mengakui keberagaman sebagai fondasi kesatuan.

Munirah juga mengajak reformasi pendidikan tinggi dengan menghidupkan kembali ilmu sosial dan humaniora, serta memasukkan karya-karya yang mengkritisi dampak kolonialisme ke dalam kurikulum. Ia menyoroti kondisi “zombifikasi” universitas yang menjalankan ritual akademik tanpa esensi kehidupan intelektual yang sehat.

Seminar Internasional CEPASO 2025 dengan tema “Religion, Politics, and Peace Building: Critical Perspectives” ini menjadi wadah penting bagi akademisi dan praktisi dari berbagai negara untuk berdiskusi dan merumuskan solusi bagi masa depan kawasan yang damai dan inklusif. (MAN)

Exit mobile version
Dengarkan Teks