Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh Alhamdulillah dengan rahmat ALLAH SWT Penerimaan Mahasiswa Baru Program Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga pada Gelombang II di tahun akademik 2016 / 2017 telah terlaksana.
Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh Kepada Seluruh Mahasiswa Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga khususnya program studi Pendidikan Agama Islam (PAI) dan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI). Berikut kami sampaikan informasi tentang Jadwal Ujian Proposal Tesis Tahun 2019
Fenomena jilbab mengundang perhatian Mr. Hyung-Jun Kim, seorang Professor Antropologi Budaya, Kwangwon National University, Korea Selatan. Minat meneliti jilbab berawal dari permintaan rekannya yang mempunyai perusahaan kosmetik di Korea agar meneliti Konsep Kecantikan Dalam Tradisi Jawa. Namun begitu tiba di Indonesia, dia melihat banyak wanita Indonesia terutama Muslimah yang menutupi rambut mereka. Pada mulanya Prof Kim beranggapan bahwa seorang Muslimah yang menutupi rambutnya akan kehilangan pesona kecantikannya. Lama kelamaan anggapan tersebut pudar setelah terkonfirmasi dengan salah satu responden penelitiannya yang merasa lebih cantik ketika mengenakan jilbab. Bahkan respondennya mendemonstrasikan berabagai model cara mengenakan jilbab. Berangkat dari pengalaman tersebut, mulailah dia tertarik mengadakan penelitian tentang Jilbab.
Sekelumit kisah tersebut disampaikan oleh Prof. Kim dalam kegiatan Interdisciplinary Colloquium minggu yang lalu, tepatnya pada tanggal 15 Agustus 2017, di Program Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Kegiatan ini bertemakan Hijaber vs Jilboob: Diversification of Hijab and Reaction of Indonesian Conservative Muslims. Sekitar tujuh puluhan dosen IAIN Salatiga bergabung dan terlibat secara aktif dalam diskusi tersebut. Mereka antusias mengikuti paparan Prof. Kim di ruang rapat utama Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, gedung K.H. Ahmad Dahlan Kampus tiga yang berlokasi di Jalan Lingkar Selatan kota Salatiga.
Lebih jauh Prof Kim menuturkan bahwa mulanya pakaian wanita secara umum merupakan urusan personal dan internal kaum perempuan. Orang lain terutama kaum lelaki tidak pernah mempersoalkan pakian wanita termasuk ketika sebagian Muslimah mengenakan kerudung dan jilbab. Sampai pada tahun 1980, Muslimah Indonesia masih akrab dengan istilah kerudung dan memasuki tahun 1990-an istilah jilbab mulai dikenal publik. Wacana publik tentang hijab mulai populer sekitar tahun 2000an termasuk jilbab gaul, menutup aurat tetapi dengan model yang indah dan menawan. Tepatnya tahun 2010 muncul Hijabers Community Jakarta, suatu komunitas yang terdiri para desainer, orang kaya dan pebisnis. Kelompok ini membuat kriteria bagaimana Muslimah idealnya mengenakan jilbab, (1) Mengenakan jilbab yang indah merupakan ibadah menutup aurat sesuai dengan Hadits yang menyebutkan bahwa Allah Swt mencintai keindahan. Ajaran yang mereka pahami bahwa Allah Swt memperbolehkan hijab untuk mencari keindahan. Hijaber ini tidak mau mencari argumentasi itu saja tetapi yang paling pokok, (2) syarat fiqih tebal longgar dan tidak transparan. Para Hiijaber menafsirkan dengan logikanya bahwa ketika syarat itu dipenuhi, maka diperbolehkan. Selain itu dalam setiap kegiatan, mereka mengawali acaranya dengan kultum dan doa singkat untuk menggamalkan ajaran Islam yang sangat melindungi dan menyayangi orang lain.
Empat tahun kemudian, tahun 2014 tepatnya muncul istilah jilboob, jilbab gaul (ketat) yang menonjolkan atau memperlihatkan bagian tertentu anggota badan kaum perempuan. Menurut Prof Kim, istilah ini dimunculkan oleh kaum laki-laki yang sengaja ingin mengkonsumsi tubuh wanita sebagai alat memuaskan nafsu birahinya. Hal ini berbeda dengan pengakuan para pelaku jilboob. Mereka menepis anggapan tersebut. Ada tiga motivasi mereka mengenakan jilbab ketat (jilboob); (1) menurut responden Muslimah terpelajar, mereka menyatakan bahwa berpakaian merupakan bagian dari hak asasi manusia. Setiap orang bebas memilih pakaian yang mereka sukai, (2) bagi responden tertentu, membeli pakian jilbab yang longgar dan gaul harganya mahal. Mereka tidak memiliki cukup uang untuk membeli hijab yang mahal tersebut dan (3) yang terakhir ada juga yang menyampaikan bahwa berpakaian itu ya suka-suka, mana yang mereka sukai ya itulah yang akan mereka kenakan. Bahkan berpakaian itu yang terpenting adalah fleksibel, praktis dan nyaman sesuai dengan aktifitas yang mereka jalani.
Setelah muncul jilboob, wacana publik merespon dengan cara yang berbeda-beda. Pertama, respon inklusif artinya komunitas hijaber menganggap bahwa Muslimah yang mengenakan jilboob disebabkan mereka sedang berproses belajar mengenakan jilbab atau menutup aurat. Hijaber melihatnya jilboob adalah hal netral atau positif bagi setiap Muslimah yang akan berusaha hijrah menutup aurat. Kedua, eksklusif maksudnya Muslimah yang memakai jilboob haram hukumnya. Hal ini sesuai fatwa yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) terutama fatwa tentang pronografi dan porno aksi. Berdasarkan fatwa tersebut, kemudian komunitas hijaber merubah responnya yang semula inklusif menjadi eksklusif. Komunitas hijaber menyatakan bahwa jilboob (jilbab ketat) dikategorikan busana Muslimah yang kurang islami dan mereka melakukan kampanye untuk mengenakan jilbab gaul yang longgar (syar’i). Sejak itulah jilbab tidak lagi menjadi urusan kaum perempuan saja dan pribadi sifatnya tetapi berubah menjadi urusan laki-laki dan menjadi bagian wacana publik. Selain itu, para Muslimah mulai memiliki kontrol diri (self-censorship) bagaimana seharusnya mereka mengenakan jilbab di depan publik. M/H
Dengan ini kami sampaikan informasi pengumuman yang berkaitan dengan Pengumuman Lolos Seleksi PMB Tahun Akademik 2017 / 2018 Gelombang II yang telah terlaksana…..
Program Studi S2 Pendidikan Agama Islam Program Pascasarjana IAIN Salatiga mengadakan kegiatan Academic Writing . Academic writing terselenggara pada hari Jumat, 20 Desember 2019 dengan didampingi dosen Dr. Ruwandi, M.A. Pelaksanaan academic writing bertujuan memberikan pendalaman materi academic writing sekaligus praktek menulis serta presentasi rancangan tesis yang dibuat oleh masing-masing mahasiswa. Selain itu academic writing ini juga dapat memotivasi mahasiswa agar memiliki daya juang untuk menyelesaikan tesisnya. Salah satu mahasiswa program S2 PAI Pascasarjana IAIN Salatiga menyatakan bahwa kegiatan ini bermanfaat bagi dirinya dan teman seperjuangan dalam memandu menulis rancangan tesis.
Klinik Mitra Insani Institut Agama Islam Negeri Salatiga mengadakan layanan kesehatan keliling. Rektor IAIN Salatiga, Prof. Dr. Zakiyuddin Baidhawy mengatakan bahwa layanan kesehatan keliling oleh klinik kampus tersebut adalah upaya untuk meningkatkan layanan publik kesehatan bagi seluruh sivitas akademika. “Pada tahun yang akan datang layanan klinik akan kami tingkatkan menjadi klinik pratama. Ini juga merupakan bagian dari tanggung jawab moral kami setelah memperoleh WBK dan menuju WBBM,” tambahnya.
Menurut salah satu tim medis Klinik Mitra Insani, Eni Subekti, sivitas akademika IAIN Salatiga dapat mencoba semua layanan yang dibuka di klinik, “Semua layanan yang ada di Klinik Mitra Insani bisa dilakukan secara mobile di sini. Warga kampus yang ingin cek kesehatan, atau periksa bisa langsung datang. Kami juga sudah membawa obat-obatan, jadi tidak perlu ke apotek untuk meresepkan obat.”
Eni berharap kegiatan itu dapat memudahkan sivitas akademik untuk memanfaatkan layanan kesehatan yang disediakan oleh Klinik Mitra Insani.
Salah satu pengguna layanan, Nur Kholis Hidayat dari Pascasarjana IAIN Salatiga, mengaku dipermudah dengan adanya layanan kesehatan keliling tersebut. “Alhamdulillah, layanan seperti ini sangat mempermudah. Semoga kegiatan ini bisa berjalan secara konsisten,” tuturnya.
Layanan Kesehatan Keliling Klinik Mitra Insani dilaksanakan sebanyak tiga kali sepekan. “Kami berkeliling setiap Selasa, Kamis dan Jum’at dari pukul 09.00 hingga 11.00. Semua tim klinik yang terdiri dari satu dokter, satu perawat, dan satu apoteker ikut berkeliling,” terang dr. Nining Sulistyowati.