Demak, 22 September 2025 — Sekolah bukan hanya tempat mentransfer ilmu, tapi juga ladang strategis menanamkan nilai-nilai kebangsaan dan kemanusiaan. Di tengah menguatnya arus intoleransi yang kian halus menyusup ke ruang-ruang pendidikan, sebanyak 130 guru Pendidikan Agama dari berbagai sekolah di Kabupaten Demak mengikuti Seminar Penguatan Moderasi Beragama, yang digelar di Amantis Hotel Demak, Senin (22/9).

Kegiatan ini merupakan hasil kolaborasi antara Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Semarang dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Demak. Mengusung tema besar “Bangkitkan Moderasi, Padamkan Intoleransi: Dari Guru, untuk Masa Depan Negeri”, seminar ini tidak sekadar menjadi ruang diskusi, melainkan menjadi panggilan moral bagi para pendidik untuk menjadi agen perubahan di sekolah masing-masing.

Hadir sebagai narasumber, Dr. Muhammad Aji Nugroho, Lc., M.Pd.I., pengelola Program Doktor Pendidikan Agama Islam di Pascasarjana UIN Salatiga, menyampaikan pesan yang tajam dan menyentuh:
“Jika ruang kelas tidak diisi dengan semangat toleransi dan penghargaan atas perbedaan, maka kita sedang memupuk potensi konflik masa depan.”
Dr. Aji menekankan bahwa moderasi beragama bukan sekadar jargon, tetapi harus ditanamkan dalam praktik sehari-hari—mulai dari cara guru menyampaikan materi, membangun interaksi antarsiswa, hingga menyikapi keberagaman pandangan di sekolah.
“Guru adalah penjaga gerbang kesadaran beragama yang damai dan inklusif. Jangan sampai sekolah justru menjadi ruang sunyi yang membiarkan intoleransi tumbuh diam-diam,” tambahnya.

Para peserta seminar diajak berdiskusi aktif, mengangkat kasus-kasus nyata yang pernah terjadi di sekolah, serta merumuskan strategi implementasi nilai moderasi dalam konteks lokal. Tidak sedikit guru yang menyampaikan keresahan akan meningkatnya sikap eksklusif di kalangan siswa, dan merasa bahwa forum seperti ini memberikan bekal yang sangat relevan dan aplikatif.
Kepala Balai Litbang Agama Semarang dalam sambutannya menegaskan bahwa guru memiliki posisi strategis untuk membentuk generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga dewasa dalam menyikapi perbedaan.

Gerakan Sunyi, Dampak Nyata
Seminar ini menunjukkan bahwa penguatan moderasi beragama tak selalu hadir lewat kebijakan besar atau program nasional, melainkan bisa dimulai dari ruang kelas—dari guru-guru yang sadar akan perannya dalam membentuk masa depan bangsa.

Dari Demak, dan dengan semangat yang dibawa oleh Pascasarjana UIN Salatiga, pesan moral ini mengalir: Bangkitkan Moderasi, Padamkan Intoleransi—karena masa depan negeri ada di tangan para pendidik. (MAN)