Kategori
Berita

Menyatukan Visi Besar! Pascasarjana UIN Salatiga dan IAIKU Blora Kukuhkan Kemitraan Emas untuk Transformasi Pendidikan

Blora, 5 Mei 2025 Komitmen memperkuat sinergi antar perguruan tinggi Islam semakin nyata dengan terlaksananya penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) antara Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Salatiga dan Institut Agama Islam Khozinatul Ulum (IAIKU) Blora, Senin (tanggal menyesuaikan).

Acara bersejarah ini dihadiri langsung oleh Direktur Pascasarjana UIN Salatiga, Prof. Dr. Phil. Widiyanto, M.A., serta jajaran pimpinan IAIKU Blora, yaitu Rektor KH. Ahmad Zaki Fuad, S.Th.I., M.Ag., didampingi oleh Wakil Rektor I Ahmad Syaifullah, M.Pd.I., Wakil Rektor II H. Muhammad Nabil, M.Ag., dan Wakil Rektor III Ahmad Saiful Rizal, M.Pd.

Dalam sambutannya, Prof. Widiyanto menekankan pentingnya kerja sama strategis dalam menjawab tantangan era disrupsi. “Kerja sama ini tidak hanya bersifat administratif, tetapi mencerminkan komitmen serius dalam penguatan kelembagaan, peningkatan kualitas SDM, serta pengembangan riset kolaboratif sebagai bagian dari implementasi Tri Dharma Perguruan Tinggi,” ungkapnya.

Senada dengan hal tersebut, Rektor IAIKU Blora menyampaikan harapannya agar kerja sama ini menjadi pintu masuk bagi transformasi kelembagaan yang lebih progresif dan adaptif terhadap perubahan zaman. “Kami optimis, sinergi dengan Pascasarjana UIN Salatiga akan membawa angin segar bagi pengembangan institusi dan akademisi di IAIKU Blora,” ujarnya.

Setelah prosesi penandatanganan MoU, acara dilanjutkan dengan Workshop Ilmiah yang dipandu langsung oleh Prof. Dr. Phil. Widiyanto. Workshop ini diikuti oleh para dosen IAIKU Blora serta tim dari Pascasarjana UIN Salatiga (Dr. Muhammad Aji Nugroho, Lc., M.Pd.I., Dr. Fatkhur Rozi, M.Pd., Dr. Edi Kuswanto, M.Pd.I., dan Solikhul Huda.

Mengangkat tema “Studying Islam in an Age of Disruption”, Prof. Widiyanto membagikan perspektif kritis sekaligus inspiratif tentang bagaimana studi Islam harus mampu merespons dinamika global, digitalisasi ilmu pengetahuan, serta tantangan sosial keagamaan mutakhir.

Acara ditutup dengan dialog interaktif antara narasumber dan peserta, yang semakin menegaskan antusiasme dan keseriusan kedua belah pihak dalam membangun kemitraan berkelanjutan.

Dengan MoU ini, diharapkan lahir lebih banyak kolaborasi konkret yang mampu menjawab kebutuhan zaman dan memperkuat kontribusi keilmuan Islam di tingkat nasional maupun global.

Kategori
Berita

Disertasi Tanpa Batas: Kuliah Tamu dan Klinik Ilmiah di Situs Sejarah Gedong Songo

Semarang, 3 Mei 2025 — Program Doktor Pendidikan Agama Islam (PAI) Pascasarjana UIN Salatiga menggelar kegiatan kuliah tamu dan klinik penulisan disertasi di lokasi bersejarah Candi Gedong Songo, Bandungan, Kabupaten Semarang. Dengan tema “Disertasi Tanpa Batas,” acara ini bertujuan untuk memperdalam pemahaman mahasiswa tentang pentingnya riset yang berbasis pada pengembangan argumen yang kuat dan berbukti. Kuliah tamu yang menghadirkan Prof. Lena Salaymeh dari Université Paris Sciences et Lettres, Prancis, membawa perspektif baru bagi mahasiswa doktoral tentang bagaimana riset mereka bisa lebih dari sekadar penulisan, tetapi juga menghasilkan kontribusi yang signifikan dalam dunia akademik.

Dalam kuliah utamanya, Prof. Lena menguraikan teori pengembangan argumen dalam riset disertasi, yang menurutnya harus didasarkan pada tiga pilar utama: klaim, bukti, dan relevansi. Ia menjelaskan bahwa setiap disertasi harus dimulai dengan sebuah klaim yang jelas—suatu pernyataan atau pertanyaan yang memerlukan pembuktian ilmiah. “Argumen yang kuat harus diawali dengan pertanyaan yang signifikan dan relevan, kemudian dibangun dengan bukti yang dapat diuji dan diverifikasi,” ujar Prof. Lena. Hal ini menggugah mahasiswa untuk tidak hanya mengemukakan opini pribadi, tetapi untuk membuktikan ide mereka dengan data yang solid dan metodologi yang tepat.

Selanjutnya, sesi klinik disertasi dibagi menjadi empat kelompok berdasarkan fokus riset yang berbeda: pendidikan Islam, wasathiyah (Islam moderat), pesantren, dan integrasi ilmu-ilmu keislaman dengan keilmuan lain. Tiap kelompok diberikan kesempatan untuk mempresentasikan proposal riset mereka, yang kemudian dianalisis melalui pendekatan teori pengembangan argumen. Dalam sesi ini, para mahasiswa didorong untuk memperkuat klaim utama mereka dengan mengidentifikasi bukti empiris dan teoritik yang relevan. Pengembangan argumen di sini juga mengharuskan mahasiswa untuk mendiskusikan bagaimana bukti yang mereka gunakan dapat menjawab pertanyaan penelitian mereka secara terukur dan teruji.

Para fasilitator, termasuk Dr. M. Aji Nugroho dan Dr. Maslikhatul Umami, mengarahkan mahasiswa untuk lebih mengedepankan logika deduktif dan induktif dalam menyusun argumen mereka. Mereka diberi tantangan untuk merumuskan argumentasi yang tidak hanya menguatkan klaim, tetapi juga membangun hubungan yang jelas antara teori yang digunakan, data yang ditemukan, dan temuan yang akan dibawa ke ranah akademik. “Disertasi tidak hanya tentang menulis, tetapi tentang membangun jembatan antara teori dan praktik. Anda harus menunjukkan bagaimana argumen Anda berbicara dalam konteks yang lebih luas,” ujar Dr. Aji.

Dalam sesi tanya jawab, Prof. Lena juga menekankan pentingnya mahasiswa untuk menghindari generalizations atau kesimpulan yang terlalu luas tanpa didukung bukti yang kuat. “Setiap klaim dalam disertasi harus diuji dengan data yang konkret, relevan, dan transparan. Tanpa itu, disertasi Anda akan kehilangan kredibilitas dan nilai ilmiahnya,” tambah Prof. Lena. Dengan teori pengembangan argumen yang diajarkan, para peserta mulai memahami bagaimana memformulasikan disertasi mereka sebagai kontribusi asli dalam diskursus ilmiah yang lebih besar, bukan sekadar dokumentasi masalah yang ada.

Di akhir acara, Prof. Asfa Widiyanto, Direktur Pascasarjana UIN Salatiga, menyampaikan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk memberikan mahasiswa doktoral pengalaman langsung dalam menyusun argumen riset yang berbasis pada bukti dan relevansi sosial. “Kami ingin mahasiswa tidak hanya lulus dengan disertasi yang formal, tetapi menghasilkan karya yang memecahkan masalah nyata, berdasarkan bukti yang valid dan logis,” ujarnya.

Kegiatan ini memberikan penguatan kepada para mahasiswa doktoral untuk melihat disertasi mereka sebagai karya yang lebih dari sekadar tugas akademik, tetapi sebagai sumbangan berharga dalam dunia keilmuan, yang dibangun di atas argumen yang solid dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. (MAN)

Kategori
Berita

Menemukan Argumen, Menyusun Bukti: Klinik Disertasi di Candi Gedong Songo

Bandungan, 3 Mei 2025 – Dalam upaya membentuk tradisi riset doktoral yang kokoh dan berbasis evidensi, Program Doktor Pendidikan Agama Islam (PAI) Pascasarjana UIN Salatiga menyelenggarakan Klinik Penulisan Proposal Disertasi bertajuk “Menemukan Argumen, Menyusun Bukti”. Bertempat di kompleks Candi Gedong Songo, kegiatan ini menghadirkan atmosfer akademik yang serius, reflektif, dan sekaligus inspiratif. Klinik ini menjadi titik temu antara narasi tradisi keilmuan lokal dengan pendekatan akademik global yang ketat dan rasional.

Sebagai narasumber utama, Prof. Lena Salaymeh dari Université Paris Sciences et Lettres, Prancis, menyampaikan pengantar umum mengenai pentingnya membedakan opini dari argumen dalam konteks penulisan disertasi. Ia menegaskan bahwa riset doktoral harus dilandasi oleh problem riset yang nyata, dan bukan sekadar gagasan abstrak atau kecenderungan pribadi. “Argumen yang valid hanya lahir ketika ada hubungan logis yang kuat antara pertanyaan penelitian, teori, dan data. Tanpa evidensi yang sahih, disertasi hanya menjadi opini panjang yang tidak ilmiah,” ujar Prof. Lena dalam pembukaan sesi klinik.

Setelah paparan awal, proses klinik dilanjutkan dengan pembagian mahasiswa ke dalam empat kelompok berdasarkan kesamaan fokus riset mereka, yaitu: (1) Pendidikan Islam dan Kurikulum, (2) Wasathiyah Islam dalam praktik sosial-keagamaan, (3) Studi tentang Pesantren, dan (4) Integrasi dan Interkoneksi antara ilmu keislaman dan keilmuan modern. Pembagian ini bertujuan untuk menciptakan diskusi yang lebih mendalam dan relevan di antara peserta dengan topik yang serupa.

Masing-masing kelompok didampingi oleh fasilitator dari tim dosen Pascasarjana, yakni Dr. M. Aji Nugroho dan Dr. Maslikhatul Umami, serta mendapat penguatan langsung dari Prof. Lena dalam sesi-sesi observasi dan intervensi kritis. Setiap peserta diminta mempresentasikan struktur argumen utama disertasinya, termasuk bagaimana mereka merumuskan latar belakang masalah, tujuan, dan pendekatan metodologis yang digunakan untuk membangun klaim ilmiah yang dapat diuji.

Prof. Lena secara khusus memberikan umpan balik dengan menekankan pentingnya research justification yang berbasis data dan relevansi konteks. “Mahasiswa doktoral harus berhenti membuat klaim umum seperti ‘Islam itu moderat’ tanpa menjelaskan: moderat dalam hal apa, pada siapa, kapan, dan didasarkan pada data apa. Itulah fungsi riset: menyusun bukti untuk mendukung klaim,” tegasnya. Ia juga mendorong agar mahasiswa tidak hanya mengutip literatur, tetapi juga menunjukkan keterkaitan literatur tersebut dengan argumen inti mereka.

Prof. Asfa Widiyanto, selaku Direktur Pascasarjana UIN Salatiga, menyambut baik pendekatan klinis yang digunakan dalam kegiatan ini. Menurutnya, kegiatan seperti ini sangat strategis dalam meningkatkan kualitas akademik mahasiswa doktor. “Kami tidak ingin mahasiswa hanya menyelesaikan disertasi, tetapi kami ingin mereka memproduksi pengetahuan yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, dan dapat berdampak bagi masyarakat luas,” jelasnya.

Para peserta menunjukkan antusiasme tinggi, baik dalam sesi diskusi kelompok maupun saat mempresentasikan ulang hasil revisi dan refleksi mereka. Beberapa mahasiswa mengakui bahwa mereka sebelumnya terlalu fokus pada “ide besar” tanpa tahu bagaimana membuktikannya secara konkret. Klinik ini menjadi ruang koreksi sekaligus pembelajaran mendalam tentang pentingnya validitas akademik dalam setiap elemen proposal. Dengan menggabungkan pendekatan analitis khas akademisi internasional dan pemahaman lokal atas konteks sosial-keagamaan, Klinik Disertasi ini menjadi bukti komitmen Pascasarjana UIN Salatiga dalam memfasilitasi riset doktoral yang tidak hanya kuat secara metodologis, tetapi juga relevan secara sosial dan bermakna secara keilmuan. (MAN)

Kategori
Berita

Agama dan Dekolonisasi Pengetahuan: Prof. Salman Sayyid Tawarkan Perspektif Pembebasan dari Kolonialitas Global

Salatiga – Dalam rangkaian Interdisciplinary Colloquium bertema Religion and Decolonial Studies yang digelar pada Jumat, 2 Mei 2025, Pascasarjana UIN Salatiga menghadirkan pemikir Muslim terkemuka, Prof. Salman Sayyid dari University of Leeds, Inggris. Dalam sesi yang penuh energi intelektual tersebut, Prof. Sayyid menyampaikan paparan tajam mengenai posisi Islam dalam struktur pengetahuan global yang masih dibayangi kolonialitas.

Dalam paparannya, Prof. Salman Sayyid menekankan bahwa kolonialisme tidak hanya merupakan bentuk penjajahan fisik atau ekonomi oleh negara-negara Barat atas wilayah-wilayah di Asia, Afrika, dan Amerika Latin, tetapi yang lebih penting adalah warisan epistemologisnya, yang disebut sebagai coloniality. Kolonialitas merupakan cara berpikir, sistem nilai, dan struktur pengetahuan yang melegitimasi dominasi Barat sebagai pusat rasionalitas, kemajuan, dan kebenaran universal.

Menurut Sayyid, dunia pascakolonial masih sangat dipengaruhi oleh kerangka berpikir kolonial—di mana “Barat” diposisikan sebagai aktor utama dalam produksi pengetahuan, sedangkan masyarakat non-Barat seringkali direduksi sebagai objek studi, atau bahkan sebagai “yang tertinggal.” Dalam konteks ini, Islam sebagai agama dan peradaban global seringkali dikonstruksikan secara negatif melalui lensa orientalis, terjebak dalam narasi kekerasan, stagnasi, dan ketertinggalan.

Maka, pendekatan decolonial bagi Sayyid berarti melakukan epistemic disobedience—membongkar dan menantang narasi-narasi hegemonik tentang Agama, Identitas, dan Modernitas. Ia menyerukan untuk merebut kembali definisidiri, sejarah, dan masa depan mereka di luar logika kolonial yang menundukkan dan meminggirkan. (MAN)

Kategori
Berita

Interdisciplinary Colloquium UIN Salatiga; Prof. Lena (France) Bahas Konsep Dīn dalam Islam dan Dinamika Perubahannya

Salatiga, 2 Mei 2025 di Aula Lantai 3, Program Pascasarjana UIN Salatiga mengadakan Interdisciplinary Colloquium dengan tema “Decolonizing the Academic Study of the Islamic Tradition”. Salah satu sesi yang menarik perhatian peserta membahas tentang konsep dīn dalam Islam, dengan penekanan pada pemahaman bahwa dīn bukanlah entitas yang statis, melainkan merupakan kumpulan ide dan praktik yang terus berkembang, dipengaruhi oleh waktu dan tempat. Pembicara internasional menjelaskan bahwa dīn—yang sering diterjemahkan sebagai agama atau cara hidup dalam Islam—tidak memiliki esensi tunggal dan murni.

Prof. Lena Salaymeh dari Université Paris Sciences et Lettres, Prancis menguraikan bahwa dīn adalah sesuatu yang dinamis dan selalu berubah seiring perkembangan sejarah, konteks sosial, dan budaya. Ini berarti bahwa tidak ada satu versi “murni” dari dīn yang dapat diterima oleh semua pihak, karena pemahaman dan praktiknya dipengaruhi oleh faktor-faktor lokal dan historis. Dalam hal ini, konsep dīn dapat dilihat sebagai sebuah spektrum ide dan praktik yang saling berinteraksi, beradaptasi, dan berubah seiring waktu.

Para peserta sebanyak 175 orang yang terdiiri dari dari sivitas akademika Pascasarjana UIN Salatiga, mahasiswa program doktor dan magister, serta tamu undangan dari Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), diajak untuk melihat kenyataan bahwa dalam komunitas Islam, terdapat kompetisi di antara individu dan kelompok untuk mendefinisikan apa yang dianggap sebagai ide dan praktik ortodoks dalam dīn. Hal ini menciptakan pluralitas dalam pemahaman Islam yang terus berkembang dan terfragmentasi, tergantung pada konteks sosial, politik, dan budaya setempat. Pembicara menekankan bahwa pluralitas dan kekayaan ide dalam Islam seharusnya dipahami sebagai bagian dari kenyataan hidup dalam dīn, bukan sebagai sesuatu yang perlu dipertentangkan.

Salah satu konsep kunci yang dibahas adalah hybridity (ketercampuran), yang menjadi hal yang normal dalam tradisi Islam. Dalam sejarah panjang Islam, berbagai elemen budaya dan pemikiran telah saling bercampur, menciptakan bentuk-bentuk pemahaman dan praktik yang beragam. Hybridity ini tidak dilihat sebagai sesuatu yang bertentangan dengan kemurnian agama, tetapi sebagai salah satu ciri khas Islam yang fleksibel dan mampu beradaptasi dengan berbagai perubahan zaman dan ruang.

Diskusi ini membuka ruang bagi peserta untuk berpikir kritis mengenai bagaimana kita memahami Islam dalam kerangka yang lebih inklusif dan kontekstual. Islam bukanlah sebuah ideologi monolitik, melainkan sebuah tradisi yang terus berkembang dan mampu menyesuaikan diri dengan berbagai keadaan. Dalam perspektif ini, studi Islam harus mengakomodasi variasi praktik dan pemahaman yang ada, serta tidak terjebak dalam pandangan tunggal yang sering dipaksakan oleh wacana dominan.

Direktur Pascasarjana UIN Salatiga mengungkapkan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari upaya kampus untuk mendorong pemahaman Islam yang lebih inklusif dan kontekstual. Ia berharap para peserta dapat membawa wawasan ini dalam penelitian dan kajian mereka, untuk menghasilkan studi Islam yang lebih menghargai keragaman dan dinamika dalam tradisi keagamaan ini. (MAN)

Kategori
Berita

Menelaah Studi Dekolonial: Sebuah Kritik dan Praktik Pembebasan Pengetahuan dalam Interdisciplinary Colloquium UIN Salatiga”

Pada hari Jumat, tanggal 2 Mei 2025, telah diselenggarakan kegiatan Interdisciplinary Colloquium bertajuk Religion and Decolonial Studies yang bertempat di Aula Lantai 3 Gedung Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Salatiga. Acara ini mengundang pembicara internasional Prof. Salman Sayyid dari University of Leed, UK dan Prof. Lena Salaymeh dari Universite Paris Sciences et Lettres, France, untuk mengupas lebih dalam mengenai dua pemahaman terkait dekolonialisasi: sebagai kritik terhadap struktur pengetahuan yang ada dan sebagai praktik yang mengarah pada pembebasan intelektual.

Acara ini dihadiri kurang lebih 175 peserta, yang terdiri atas Dosen Pascasarjana, mahasiswa program doktor dan magister Pascasarjana UIN Salatiga, serta pengelola dan mahasiswa dari universitas mitra, termasuk perwakilan dari Program Doktor Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga. Kehadiran peserta lintas institusi ini menunjukkan antusiasme yang tinggi terhadap tema-tema transdisipliner yang ditawarkan dalam kegiatan ini.

Dalam sesi utama, Prof. Salman menguraikan dua pemahaman yang saling terkait dalam studi dekolonial: pertama, dekolonialitas sebagai teori (decolonial theory) dan kedua, dekolonialisasi sebagai praktik (decoloniality). Dekolonialitas sebagai teori berfungsi sebagai sebuah bentuk kritik terhadap struktur pengetahuan yang dominan, yang telah dibentuk oleh kekuatan kolonial dan neoliberalisme. Teori ini bertujuan untuk menantang dan mengkaji ulang paradigma-pada-pandangan yang selama ini dianggap sebagai kebenaran universal, yang seringkali berpihak pada narasi-narasi dominan, seperti yang dipropagandakan oleh dunia Barat.

Sementara itu, menurut Prof. Lena dekolonialisasi sebagai praktik (decoloniality) yang lebih berfokus pada penerapan langsung dari teori tersebut dalam kehidupan nyata. Praktik ini mencakup usaha-usaha untuk merebut kembali ruang dan cara-cara berpikir yang telah terpengaruh atau terkekang oleh sistem kolonial. Pembicara menekankan bahwa dekolonialisasi tidak hanya berlaku pada tingkat akademis, tetapi juga pada praktik sosial, politik, dan kultural. Dalam konteks studi Islam, dekolonialisasi berarti membebaskan pemikiran dan ekspresi keagamaan umat Islam dari batasan-batasan yang ditetapkan oleh paradigma kolonial dan modernitas Barat.

Dalam diskusi yang berlangsung, peserta colloquium mengungkapkan pentingnya kedua pendekatan ini dalam merumuskan kembali studi Islam yang lebih inklusif dan kontekstual. Mereka menyoroti bahwa, untuk menghasilkan pengetahuan yang bebas dari dominasi kolonial, sangat penting bagi akademisi untuk mengintegrasikan teori dekolonial dan mempraktikkannya dalam kehidupan akademik dan sosial mereka. Hal ini juga relevan dalam menyusun kurikulum yang tidak hanya merujuk pada perspektif Barat, tetapi juga mengangkat suara dan tradisi intelektual dari dunia Muslim itu sendiri.

Direktur Pascasarjana UIN Salatiga menyampaikan bahwa kegiatan ini adalah upaya kampus untuk mendorong para akademisi dan mahasiswa untuk tidak hanya mengkritisi teori yang ada, tetapi juga mengimplementasikan perubahan nyata dalam cara kita memproduksi dan mengkonsumsi pengetahuan. Ia berharap dekolonisasi studi Islam menjadi langkah penting dalam menciptakan dunia akademik yang lebih adil dan berdaya saing. (MAN)