Salatiga – Dalam rangkaian Interdisciplinary Colloquium bertema Religion and Decolonial Studies yang digelar pada Jumat, 2 Mei 2025, Pascasarjana UIN Salatiga menghadirkan pemikir Muslim terkemuka, Prof. Salman Sayyid dari University of Leeds, Inggris. Dalam sesi yang penuh energi intelektual tersebut, Prof. Sayyid menyampaikan paparan tajam mengenai posisi Islam dalam struktur pengetahuan global yang masih dibayangi kolonialitas.

Dalam paparannya, Prof. Salman Sayyid menekankan bahwa kolonialisme tidak hanya merupakan bentuk penjajahan fisik atau ekonomi oleh negara-negara Barat atas wilayah-wilayah di Asia, Afrika, dan Amerika Latin, tetapi yang lebih penting adalah warisan epistemologisnya, yang disebut sebagai coloniality. Kolonialitas merupakan cara berpikir, sistem nilai, dan struktur pengetahuan yang melegitimasi dominasi Barat sebagai pusat rasionalitas, kemajuan, dan kebenaran universal.
Menurut Sayyid, dunia pascakolonial masih sangat dipengaruhi oleh kerangka berpikir kolonial—di mana “Barat” diposisikan sebagai aktor utama dalam produksi pengetahuan, sedangkan masyarakat non-Barat seringkali direduksi sebagai objek studi, atau bahkan sebagai “yang tertinggal.” Dalam konteks ini, Islam sebagai agama dan peradaban global seringkali dikonstruksikan secara negatif melalui lensa orientalis, terjebak dalam narasi kekerasan, stagnasi, dan ketertinggalan.

Maka, pendekatan decolonial bagi Sayyid berarti melakukan epistemic disobedience—membongkar dan menantang narasi-narasi hegemonik tentang Agama, Identitas, dan Modernitas. Ia menyerukan untuk merebut kembali definisidiri, sejarah, dan masa depan mereka di luar logika kolonial yang menundukkan dan meminggirkan. (MAN)