Pada hari Jumat, tanggal 2 Mei 2025, telah diselenggarakan kegiatan Interdisciplinary Colloquium bertajuk Religion and Decolonial Studies yang bertempat di Aula Lantai 3 Gedung Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Salatiga. Acara ini mengundang pembicara internasional Prof. Salman Sayyid dari University of Leed, UK dan Prof. Lena Salaymeh dari Universite Paris Sciences et Lettres, France, untuk mengupas lebih dalam mengenai dua pemahaman terkait dekolonialisasi: sebagai kritik terhadap struktur pengetahuan yang ada dan sebagai praktik yang mengarah pada pembebasan intelektual.

Acara ini dihadiri kurang lebih 175 peserta, yang terdiri atas Dosen Pascasarjana, mahasiswa program doktor dan magister Pascasarjana UIN Salatiga, serta pengelola dan mahasiswa dari universitas mitra, termasuk perwakilan dari Program Doktor Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga. Kehadiran peserta lintas institusi ini menunjukkan antusiasme yang tinggi terhadap tema-tema transdisipliner yang ditawarkan dalam kegiatan ini.
Dalam sesi utama, Prof. Salman menguraikan dua pemahaman yang saling terkait dalam studi dekolonial: pertama, dekolonialitas sebagai teori (decolonial theory) dan kedua, dekolonialisasi sebagai praktik (decoloniality). Dekolonialitas sebagai teori berfungsi sebagai sebuah bentuk kritik terhadap struktur pengetahuan yang dominan, yang telah dibentuk oleh kekuatan kolonial dan neoliberalisme. Teori ini bertujuan untuk menantang dan mengkaji ulang paradigma-pada-pandangan yang selama ini dianggap sebagai kebenaran universal, yang seringkali berpihak pada narasi-narasi dominan, seperti yang dipropagandakan oleh dunia Barat.

Sementara itu, menurut Prof. Lena dekolonialisasi sebagai praktik (decoloniality) yang lebih berfokus pada penerapan langsung dari teori tersebut dalam kehidupan nyata. Praktik ini mencakup usaha-usaha untuk merebut kembali ruang dan cara-cara berpikir yang telah terpengaruh atau terkekang oleh sistem kolonial. Pembicara menekankan bahwa dekolonialisasi tidak hanya berlaku pada tingkat akademis, tetapi juga pada praktik sosial, politik, dan kultural. Dalam konteks studi Islam, dekolonialisasi berarti membebaskan pemikiran dan ekspresi keagamaan umat Islam dari batasan-batasan yang ditetapkan oleh paradigma kolonial dan modernitas Barat.

Dalam diskusi yang berlangsung, peserta colloquium mengungkapkan pentingnya kedua pendekatan ini dalam merumuskan kembali studi Islam yang lebih inklusif dan kontekstual. Mereka menyoroti bahwa, untuk menghasilkan pengetahuan yang bebas dari dominasi kolonial, sangat penting bagi akademisi untuk mengintegrasikan teori dekolonial dan mempraktikkannya dalam kehidupan akademik dan sosial mereka. Hal ini juga relevan dalam menyusun kurikulum yang tidak hanya merujuk pada perspektif Barat, tetapi juga mengangkat suara dan tradisi intelektual dari dunia Muslim itu sendiri.

Direktur Pascasarjana UIN Salatiga menyampaikan bahwa kegiatan ini adalah upaya kampus untuk mendorong para akademisi dan mahasiswa untuk tidak hanya mengkritisi teori yang ada, tetapi juga mengimplementasikan perubahan nyata dalam cara kita memproduksi dan mengkonsumsi pengetahuan. Ia berharap dekolonisasi studi Islam menjadi langkah penting dalam menciptakan dunia akademik yang lebih adil dan berdaya saing. (MAN)