Kategori
Berita

CEPaSo Wednesday Forum #4: Agama Formal vs Agama Sosial: Nilai Religius Dalam dan Luar Kelas

Salatiga – Center for Education, Peace and Social Justice (CEPaSo) Pascasarjana UIN Salatiga kembali menggelar kegiatan rutin Wednesday Forum yang ke-4 pada Rabu, 30 Juli 2025. Diskusi kali ini mengangkat tema “Agama Formal vs Agama Sosial: Nilai Religius Dalam dan Luar Kelas” yang menghadirkan Imam Subqi sebagai narasumber utama. Kegiatan yang dilaksanakan di Ruang rapat E1 Pascasarjana ini dihadiri oleh para dosen dan mahasiswa Pascasarjana UIN Salatiga.

Dalam paparannya, Imam Subqi menjelaskan perbedaan mendasar antara agama formal yang kerap dipahami secara normatif-tekstual di dalam kelas dengan agama sosial yang lebih menekankan pada pengamalan nilai-nilai religius dalam kehidupan bermasyarakat. Ia menekankan bahwa keduanya harus berjalan beriringan agar proses pembelajaran agama tidak berhenti pada tataran kognitif semata, tetapi juga membentuk karakter sosial yang religius. Narasumber juga memberikan contoh dari penelitian yang beliau lakukan di SMP 1 dan SMP 5 Salatiga.

Para peserta terlihat antusias mengikuti forum ini. Berbagai pertanyaan kritis diajukan, mulai dari cara internalisasi nilai-nilai agama sosial dalamkehidupan di luar sekolah, hingga strategi menghadirkan kurikulum yang mampu mengintegrasikan aspek akademik dan sosial keagamaan. Berbagai pandangan yang muncul dalam forum ini memperkaya pemahaman peserta mengenai relevansi agama dalam kehidupan nyata. Imam Subqi menegaskan bahwa keberagamaan tidak seharusnya hanya menjadi simbol atau formalitas belaka, namun harus membumi dalam perilaku sehari-hari. Menurutnya, agama sosial menjadi sarana penting dalam membentuk kepekaan sosial, empati, serta kepedulian terhadap sesama. “Kita harus bisa membawa nilai-nilai agama keluar dari tembok kelas, agar tidak hanya berhenti pada pengetahuan tetapi juga menjadi energi kebaikan di tengah masyarakat,” ungkapnya.

Selain itu, peserta forum juga menyampaikan harapan agar kegiatan semacam ini terus dilaksanakan dengan topik-topik yang aktual dan relevan. Diskusi ilmiah yang menghubungkan antara teori dan praktik keagamaan dianggap sangat bermanfaat untuk memperluas wawasan, sekaligus menginspirasi lahirnya program-program pengabdian masyarakat yang berbasis nilai religius. Wednesday Forum CEPaSo kali ini pun berhasil memberikan ruang refleksi bagi seluruh civitas Pascasarjana UIN Salatiga, bahwa agama formal dan agama sosial bukanlah dua hal yang bertentangan, melainkan dua aspek yang harus saling menguatkan dalam membangun peradaban yang lebih berkeadaban.

Kegiatan Wednesday Forum ini diakhiri dengan penegasan bahwa kegiatan ini menjadi tempaat berbicara dan mendengrkan. Selain menjelaskan para mahasiswa juga bisa untuk mengambil banyak ilmu untuk menyusun disertasi mereka masing-masing dengan tema yang sesuai dengan pembahasan.

Kategori
Berita

CEPaSo WEDNESDAY FORUM KE-3“MEMBONGKAR OCD DARI PERSPEKTIF PSIKOLOGI: BISA SEMBUH ATAU JADI MUSUH SEUMUR HIDUP?”

Salatiga, 23 Juli 2025Center for Education, Peace, and Social Justice (CEPaSo) Pascasarjana UIN Salatiga kembali menyelenggarakan forum ilmiah bertajuk CEPaSo Wednesday Forum ke-3. Forum kali ini mengangkat tema yang relevan dan mendalam dalam ranah psikologi serta kesehatan mental: “Obsessive Compulsive Disorder (OCD): Bisa Sembuh atau Bisa Jadi Musuh?”

Kegiatan ini berlangsung pada Rabu, 23 Juli 2025, bertempat di Meeting Room Pascasarjana UIN Salatiga, pukul 13.00 WIB hingga selesai, dan dihadiri oleh para pengelola serta akademisi dari Program Doktor dan Magister Pascasarjana UIN Salatiga.

Sebagai narasumber, Agus Hermawan, M.A., mahasiswa Program Doktor Pascasarjana UIN Salatiga, memaparkan materi mendalam mengenai karakteristik, dinamika, serta tantangan dalam penanganan OCD. Dalam presentasinya, Agus menjelaskan bahwa OCD bukan sekadar kebiasaan atau kecemasan ringan, melainkan gangguan mental kompleks yang membutuhkan perhatian serius, pendekatan terapi yang tepat, dan dukungan berkelanjutan.

Pertanyaannya bukan hanya apakah OCD bisa sembuh, tetapi juga bagaimana kita mengenali musuh dalam diri dan mengubahnya menjadi tantangan yang bisa diatasi. OCD bisa dikelola secara efektif, bahkan pulih, asalkan ada kesadaran, pendampingan, dan intervensi profesional yang tepat,” tutur Agus di tengah forum.

Diskusi berlangsung hangat dan dinamis, dengan berbagai tanggapan kritis dari peserta yang berasal dari berbagai disiplin ilmu. Para akademisi turut memberikan kontribusi melalui perspektif psikologi, pendidikan, hingga pendekatan spiritual dalam mendukung pemulihan penderita OCD.

CEPaSo Wednesday Forum merupakan agenda rutin yang digagas oleh Center for Education, Peace, and Social Justice sebagai ruang kolaboratif dan reflektif dalam membahas isu-isu aktual, khususnya yang berkaitan dengan pendidikan, perdamaian, dan keadilan sosial.

Kegiatan ini diharapkan terus menjadi motor penggerak tumbuhnya budaya akademik yang kritis, inklusif, dan transformatif di lingkungan Pascasarjana UIN Salatiga. (MAN)

Kategori
Berita

Mahasiswa India Raih Gelar Doktor ke-5 UIN Salatiga, Lulus Tepat Waktu dengan Predikat Cumlaude

Salatiga, 21 Juli 2025 — Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Salatiga kembali mencatatkan sejarah akademik yang membanggakan. Pada Senin, 21 Juli 2025, Anzar Aquil yang, mahasiswa asal India, berhasil meraih gelar Doktor ke-5 UIN Salatiga, sekaligus menjadi mahasiswa internasional pertama yang menyelesaikan program doktoral tepat waktu dan dengan predikat cumlaude.

Dalam sidang promosi terbuka yang digelar di Aula Lantai 3 Gedung Pascasarjana, Anzar mempresentasikan disertasinya yang berjudul:
“A Comparative Analysis of Curriculum and Its Implementation in Darul Uloom Deoband, Uttar Pradesh, India and Asrama Perguruan Islam (API) Pondok Pesantren Salaf Tegalrejo, Central Java, Indonesia.”

Disertasi ini membandingkan dua institusi pendidikan Islam klasik — Darul Uloom Deoband (India) dan API Tegalrejo (Indonesia) — dari sisi struktur kurikulum, implementasi pendidikan, serta peran mereka dalam menjaga tradisi keilmuan Islam di tengah perubahan zaman. Dengan pendekatan kritis dan metodologis yang kuat, Anzar menunjukkan bagaimana kedua lembaga mengelola nilai-nilai klasik dengan respons kontekstual yang berbeda.

Sidang dipimpin oleh Prof. Dr. Zakiyuddin, M.Ag. sebagai Ketua/Penguji, dengan komposisi tim penguji sebagai berikut: Dr. Muhammad Aji Nugroho, Lc., M.Pd.I (Sekretaris/Penguji), Prof. Dr. Raharjo, M.Ed. St. (Penguji Eksternal), Prof. Dr. Miftahuddin, M.Ag. (Penguji), Prof. Dr. Sa’adi, M.Ag. (Penguji), Dr. Ruwandi, MA. (Penguji), Prof. Dr. Phil. Asfa Widiyanto, MA (Promotor), Noor Malihah, S.Pd., M.Hum., Ph.D (Co-Promotor).

Sidang berlangsung dengan nuansa akademik yang hangat dan interaktif, serta turut dihadiri oleh mahasiswa dari berbagai negara, termasuk mahasiswa asal India yang datang langsung memberikan dukungan. Para penguji memberikan apresiasi atas orisinalitas riset Anzar dan kontribusinya terhadap pengembangan kajian kurikulum pendidikan Islam secara global.

Setelah melalui proses tanya jawab dan pertimbangan dewan penguji, Anzar dinyatakan lulus dengan predikat cumlaude. Keberhasilannya menjadi Doktor ke-5 UIN Salatiga, ditambah dengan capaian studi tepat waktu, memperkuat reputasi UIN Salatiga sebagai lembaga pendidikan tinggi yang unggul dalam membina mahasiswa lokal maupun internasional.

“Ini adalah bentuk nyata kolaborasi keilmuan antarbangsa. Saya sangat bersyukur dan bangga bisa menjadi bagian dari UIN Salatiga,” ujar Anzar dalam sambutannya seusai sidang.

Capaian ini sekaligus menjadi inspirasi baru bahwa UIN Salatiga mampu melahirkan intelektual muslim global yang siap menjawab tantangan zaman tanpa meninggalkan akar tradisi keilmuan Islam. (MAN)

Kategori
Berita

Dorong Percepatan Studi, Prodi Doktor PAI Gelar Evaluasi Progres Disertasi Sekaligus Penyerahan SK Promotor

Salatiga, Juli 2025 — Dalam upaya mendorong percepatan studi dan meningkatkan kualitas penyusunan disertasi mahasiswa, Program Studi Doktor Pendidikan Agama Islam (PAI) Pascasarjana UIN Salatiga secara konsisten menyelenggarakan kegiatan evaluasi dan monitoring progres penulisan tugas akhir secara berkala.

Kegiatan ini bertujuan untuk memantau perkembangan studi mahasiswa secara sistematis, sekaligus menjadi forum akademik terbuka bagi mahasiswa untuk melaporkan kemajuan penulisan disertasinya. Evaluasi dilakukan secara menyeluruh terhadap substansi, metodologi, hingga manajemen waktu dalam penyusunan karya ilmiah tingkat doktoral tersebut.

Dalam momen ini, Prodi juga menyempatkan untuk menyerahkan Surat Keputusan (SK) Penetapan Promotor dan Co-Promotor kepada para mahasiswa yang telah menyelesaikan tahap proposal. Penyerahan SK dilakukan secara simbolis oleh Ketua Program Studi dan Tim Promotor, sebagai bentuk komitmen akademik dan pendampingan intensif selama proses penyusunan disertasi.

Ketua Program Studi Doktor PAI menyampaikan bahwa evaluasi progres penulisan disertasi akan menjadi agenda rutin, agar proses bimbingan berjalan lebih terarah, terstruktur, dan mampu mendeteksi kendala sejak dini. “Program Doktor bukan hanya tentang kelulusan, tapi tentang mutu dan kontribusi keilmuan. Progres report ini menjadi alat ukur agar setiap mahasiswa benar-benar on track dalam penelitiannya,” ungkap beliau.

Kegiatan ini mendapat sambutan positif dari para mahasiswa, karena selain menjadi forum pelaporan akademik, juga membuka ruang untuk diskusi, masukan, dan penguatan metodologis dari dosen pembimbing maupun promotor.

Dengan adanya pemantauan rutin dan pemberian SK yang tepat waktu, Prodi Doktor PAI menunjukkan keseriusannya dalam menciptakan budaya akademik yang profesional, terukur, dan mendukung percepatan studi mahasiswa. (MAN)

Kategori
Berita

Agama VS Sains: Pertarungan Usang atau Persekutuan Masa Depan?

Salatiga, 16 Juli 2025 — Apakah agama dan sains memang ditakdirkan saling menegasikan? Atau justru keduanya bisa bersinergi menjawab krisis dunia modern?. Pertanyaan provokatif ini mengemuka dalam diskusi ilmiah rutin Wednesday Forum yang diadakan oleh Center for Education, Peace and Society Justice (CEPaSo) Pascasarjana UIN Salatiga. Bertempat di Kampus 1 UIN Salatiga, forum yang berlangsung pada Rabu, 16 Juli 2025 ini mengangkat tema kontemporer: “Agama VS Sains: Musuh atau Mitra?”

Diskusi ini menghadirkan dua narasumber pemikir progresif: Dr. Ahmad Fahri Yahya Ainuri, M.Pd., cendekiawan Muslim dan dosen Pascasarjana UIN Salatiga, dan Dr. Yuniar Fahmi Lathif, M.Pd., penulis buku Shalawat Sains yang aktif mengampanyekan integrasi ilmu dan iman dalam dunia pendidikan.

Dalam paparannya, Dr. Ahmad Fahri menegaskan bahwa kemuliaan agama tidak pernah bergantung pada sains. “Agama selamanya akan tetap mulia secara dzat dan sifat tanpa membutuhkan validasi dari pengetahuan lainnya,” ujarnya tegas. Ia mengajak peserta untuk meletakkan agama di tempatnya sebagai sumber nilai dan orientasi moral dalam menjelajahi semesta pengetahuan.

Sementara itu, Dr. Yuniar Fahmi menantang asumsi lama tentang konflik agama dan sains. Menurutnya, dikotomi tersebut adalah warisan masa lalu yang tidak lagi relevan. “Agama dan sains bukan dua kutub yang saling meniadakan, melainkan dua jalan pengetahuan yang bisa saling melengkapi,” ucapnya, sembari mengajak peserta melihat integrasi sebagai jalan masa depan umat.

Dipandu oleh Dimas Nuri Ardiansyah, M.Pd., mahasiswa Program Doktor PAI, diskusi ini melibatkan peserta dari kalangan mahasiswa magister dan doktoral, serta dosen Pascasarjana UIN Salatiga. Suasana forum berlangsung hidup, dengan beragam gagasan dan refleksi kritis mengalir dari berbagai sudut pandang.

Beberapa mahasiswa doktoral bahkan menyampaikan kerangka disertasi mereka yang mencoba memadukan nilai-nilai keislaman dengan pendekatan ilmiah, mulai dari sains lingkungan hingga teknologi pendidikan berbasis nilai spiritual.

Forum ini tidak hanya menjadi ruang berbagi gagasan, tetapi juga menghasilkan beberapa rekomendasi penting yang menjadi catatan strategis bagi pengembangan pendidikan Islam berbasis integrasi keilmuan: 1) Integrasi kurikulum agama dan sains di lembaga pendidikan Islam, agar tercipta generasi yang utuh secara spiritual dan intelektual; 2) Penguatan epistemologi Islam dalam riset dan pembelajaran, agar sains tak melulu netral nilai, tapi berpijak pada etika; 3) Pendidikan karakter ilmiah-religius secara seimbang, sebagai respon terhadap polarisasi antara iman dan rasio dalam dunia pendidikan.

Forum ini juga menyepakati bahwa integrasi agama dan sains bukan sekadar jargon akademik, melainkan kebutuhan mendesak untuk menjawab tantangan-tantangan mutakhir: krisis ekologi, etika kecerdasan buatan, dan disorientasi moral generasi muda.

Dengan kegiatan seperti Wednesday Forum, CEPaSo Pascasarjana UIN Salatiga menegaskan posisinya sebagai pelopor ruang diskusi ilmiah yang tak hanya reflektif tapi juga transformatif. Menggabungkan agama dan sains bukan soal membandingkan siapa lebih unggul, tapi tentang merancang masa depan ilmu yang bermoral dan spiritualitas yang rasional.

Kategori
Berita

SEMINAR HASIL DISERTASI: IMAM SUBQI BAHAS INTERNALISASI NILAI KARAKTER RELIGIUS DI SEKOLAH RAMAH ANAK

Salatiga, 17 Juli 2025 — Kalau agama hanya berhenti pada materi pelajaran, maka anak-anak hanya akan menghafal—bukan merasa. Tapi bagaimana jika nilai-nilai religius ditanamkan lewat suasana sekolah yang ramah, teduh, dan penuh keteladanan?

Inilah yang menjadi roh dari disertasi doktoral Imam Subqi, mahasiswa Program Doktor PAI Pascasarjana UIN Salatiga, yang memantik diskusi kritis dalam Ujian Seminar Hasil Disertasi bertema: “Internalisasi Nilai Karakter Religius dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti: Studi pada Sekolah Ramah Anak SMP di Kota Salatiga.”

Lebih dari sekadar riset, Imam menyajikan refleksi mendalam tentang wajah pendidikan agama kita hari ini yang masih sering kaku, menakutkan, bahkan menjauhkan siswa dari esensi agama itu sendiri.

Riset lapangan Imam Subqi di SMPN 1 dan SMPN 5 Salatiga membongkar satu fakta penting: anak-anak akan mencintai agama bila mereka merasakannya hadir di keseharian. Mulai dari pembiasaan shalat Dzuhur berjamaah, doa, hingga pembelajaran kontekstual yang melibatkan hati dan pengalaman spiritual.

Imam menyebut lima dimensi karakter religius yang berhasil diinternalisasikan: 1) Iman dan takwa sebagai fondasi; 2) Ritual yang membumi dan rutin; 3)Pengetahuan yang tidak menggurui; 4)Spiritualitas yang terasa; 5)Implikasi sosial yang nyata: sopan, jujur, sehat, bersih, toleran. Dan yang paling penting: semuanya dilakukan tanpa tekanan. Sekolah tidak memaksa, tapi mengundang. Tidak mengancam, tapi merangkul.

Seminar hasil ini dipandu oleh Prof. Dr. Phil. Asfa Widiyanto, M.A. (Ketua Penguji), Dr. Ruwandi, M.A. (Sekretaris), dan Prof. Dr. H. Abdurahman Kasdi, M.Si., Rektor UIN Sunan Kudus, sebagai penguji eksternal. Hadir pula Prof. Dr. Mansur, M.Ag. sebagai Promotor dan Noor Malihah, Ph.D. sebagai Co-Promotor.

Prof. Abdurahman menyebut disertasi ini sebagai “riset yang bukan hanya relevan, tapi juga bernyawa.” Ia menilai pendekatan fenomenologis yang dipilih Imam sangat tepat untuk menangkap sisi terdalam dari pengalaman spiritual siswa. “Ini lebih dari sekadar data. Ini adalah napas dari proses pendidikan Islam yang manusiawi,” ujarnya.

Setelah dialog kritis selama ujian, Imam Subqi dinyatakan siap menuju tahap Ujian Tertutup Disertasi Doktor. Masukan dari para penguji akan digunakan untuk menyempurnakan karya ilmiahnya, yang punya potensi besar menjadi rujukan dalam pengembangan kurikulum PAI di sekolah-sekolah Indonesia.

Imam mengajak kita melihat bahwa pendidikan agama tidak cukup berhenti di ruang kelas, tetapi harus hidup dalam interaksi, lingkungan, dan pengalaman harian peserta didik. Disertasinya bukan hanya menyoal bagaimana mengajarkan agama, tetapi bagaimana membuat anak-anak jatuh cinta pada nilai-nilai luhur itu—tanpa merasa digurui.

Pascasarjana UIN Salatiga kembali menegaskan komitmennya mencetak doktor-doktor yang tak hanya cerdas berpikir, tapi juga berani bicara dan memberi dampak pada dunia pendidikan.