Kategori
Berita

Disertasi Kurikulum Merdeka Bidang PAI Antar Sri Rohmiyati pada Ujian Promosi Doktor ke-7 UIN Salatiga

Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Salatiga menyelenggarakan kegiatan Ujian Promosi Doktor ke-7 pada Kamis, 18 Desember 2025. Kegiatan ini dilaksanakan mulai pukul 13.00 WIB hingga selesai, bertempat di Aula Lantai 3 Gedung Pascasarjana UIN Salatiga. Ujian promosi doktor ini merupakan bagian dari tahapan akhir studi pada jenjang Doktor (S3).

Mahasiswa yang mengikuti ujian promosi doktor tersebut adalah Sri Rohmiyati dengan Nomor Induk Mahasiswa (NIM) 11010210009. Ujian berlangsung secara khidmat dan akademis dengan dihadiri oleh jajaran dewan penguji, promotor, dan civitas akademika Pascasarjana UIN Salatiga. Kegiatan ini menjadi momentum penting dalam menilai capaian akademik dan kontribusi keilmuan mahasiswa.

Susunan dewan penguji dalam ujian promosi doktor ini terdiri atas Prof. Dr. Zakiyuddin, M.Ag. selaku Ketua Penguji, serta Dr. Muhammad Aji Nugroho, Lc., M.Pd.I. sebagai Sekretaris Penguji. Selain itu, turut hadir Prof. Dr. Abdurahman Kasdi, Lc., M.S.I. sebagai penguji eksternal yang memberikan perspektif akademik dari luar institusi. Adapun penguji lainnya adalah Prof. Dr. Phil. Asfa Widiyanto, M.A., Prof. Dr. Mansur, M.Ag., Noor Malihah, Ph.D., serta Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. yang juga bertindak sebagai promotor. Sementara itu, Prof. Kastolani, M.Ag., Ph.D. hadir sebagai co-promotor yang mendampingi mahasiswa selama proses penyusunan disertasi.

Dalam ujian tersebut, Sri Rohmiyati mempresentasikan disertasinya yang berjudul “Analisis Kebijakan Kurikulum Merdeka dalam Bidang PAI: Implementasi, Problematika, dan Implikasinya pada Sekolah Menengah Atas (SMA) di Jawa Tengah.” Disertasi ini mengkaji secara mendalam kebijakan Kurikulum Merdeka khususnya pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) serta tantangan dan dampaknya dalam praktik pendidikan di tingkat SMA.

Dalam sesi pendalaman disertasi, penguji eksternal Prof. Dr. Abdurahman Kasdi, Lc., M.S.I. memberikan apresiasi terhadap kekuatan analisis kebijakan yang disajikan dalam disertasi Sri Rohmiyati. Menurutnya, kajian tentang Kurikulum Merdeka dalam bidang Pendidikan Agama Islam (PAI) pada jenjang SMA di Jawa Tengah merupakan tema yang aktual dan strategis. Ia menilai disertasi ini mampu memadukan kajian teoritik kebijakan pendidikan dengan realitas implementasi di lapangan, meskipun tetap memberikan sejumlah catatan penyempurnaan, khususnya pada penguatan komparasi kebijakan dan pendalaman implikasi jangka panjangnya.

Sementara itu, selaku promotor, Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. menyampaikan bahwa disertasi tersebut menunjukkan kedewasaan akademik dan kemandirian peneliti dalam merumuskan masalah, menganalisis data, serta menarik kesimpulan. Ia menegaskan bahwa penelitian ini tidak hanya berkontribusi pada pengembangan keilmuan PAI, tetapi juga memiliki nilai praktis bagi pengambil kebijakan dan praktisi pendidikan. Promotor juga berharap hasil penelitian ini dapat dikembangkan lebih lanjut dalam bentuk publikasi ilmiah dan rekomendasi kebijakan pendidikan.

Ketua penguji yang juga pimpinan sidang, Prof. Dr. Zakiyuddin, M.Ag., menyampaikan apresiasi atas kerja keras dan ketekunan mahasiswa dalam menyelesaikan studi doktoralnya. Ia menilai disertasi tersebut relevan dengan arah kebijakan pendidikan nasional serta sejalan dengan visi UIN Salatiga dalam pengembangan keilmuan Islam yang kontekstual. Di akhir sidang, beliau berharap temuan dan rekomendasi disertasi ini dapat memberikan kontribusi nyata bagi peningkatan kualitas implementasi Kurikulum Merdeka, khususnya dalam penguatan Pendidikan Agama Islam di sekolah menengah atas.

Melalui ujian promosi doktor ini, diharapkan hasil penelitian yang disusun dapat memberikan kontribusi akademik dan praktis bagi pengembangan kebijakan pendidikan, khususnya dalam implementasi Kurikulum Merdeka pada bidang Pendidikan Agama Islam. Pascasarjana UIN Salatiga terus berkomitmen untuk mendorong lahirnya karya ilmiah yang berkualitas dan relevan dengan kebutuhan dunia pendidikan nasional. (MAN)

Kategori
Berita

Angkat Integrasi Nalar Islam, Zuhri Fahruddin Jalani Ujian Promosi Doktor ke-6 UIN Salatiga

Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Salatiga kembali menyelenggarakan kegiatan akademik berupa Ujian Promosi Doktor ke-6 pada Kamis, 14 November 2025. Kegiatan ini dilaksanakan mulai pukul 13.00 WIB hingga selesai, bertempat di Aula Lantai 3 Gedung Pascasarjana UIN Salatiga. Ujian promosi doktor tersebut merupakan tahapan akhir yang menentukan kelayakan mahasiswa dalam meraih gelar Doktor.

Mahasiswa yang mengikuti ujian promosi doktor ke-6 ini adalah Zuhri Fahruddin dengan Nomor Induk Mahasiswa (NIM) 11010210009. Ujian berlangsung dalam suasana serius dan ilmiah, disaksikan oleh jajaran dewan penguji, promotor, serta sivitas akademika Pascasarjana UIN Salatiga. Kegiatan ini menjadi forum penting untuk menguji kedalaman keilmuan, argumentasi akademik, dan kontribusi penelitian yang telah disusun.

Susunan dewan penguji dalam ujian promosi doktor ini diketuai oleh Prof. Dr. Zakiyuddin, M.Ag. selaku Ketua/Penguji, dengan Dr. Muhammad Aji Nugroho, Lc., M.Pd.I. sebagai Sekretaris/Penguji. Adapun penguji eksternal berasal dari luar institusi, yakni Prof. Dr. Fauzi Muharom, M.Ag., yang memberikan penilaian independen terhadap kualitas dan kebaruan disertasi. Penguji lainnya yang turut hadir adalah Prof. Dr. phil. Widiyanto, M.A., Prof. Dr. Achmad Maimun, M.Ag., serta Dr. Suwardi, S.Pd., M.Pd. Sementara itu, Prof. Dr. Imam Sutomo, M.Ag. bertindak sebagai Promotor, didampingi oleh Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. sebagai Co-Promotor yang selama ini membimbing mahasiswa dalam proses penyusunan disertasi.

Dalam ujian tersebut, Zuhri Fahruddin mempresentasikan disertasi berjudul “Penerapan Formasi Nalar Bayani, Burhani, dan Irfani dalam Pendidikan Islam (Studi Fenomenologi pada MAN DKI Jakarta).” Disertasi ini mengkaji integrasi tiga formasi nalar keislaman—bayani, burhani, dan irfani—dalam praktik pendidikan Islam, serta relevansinya dalam membentuk pola berpikir peserta didik secara komprehensif.

Penguji eksternal, Prof. Dr. Fauzi Muharom, M.Ag., menyampaikan apresiasi atas keberanian dan kedalaman kajian disertasi tersebut. Menurutnya, penelitian ini memiliki kontribusi signifikan dalam pengembangan paradigma pendidikan Islam yang integratif. Ia menilai pendekatan fenomenologis yang digunakan mampu menggambarkan realitas pendidikan secara utuh, meskipun tetap memberikan beberapa catatan perbaikan, terutama pada penguatan analisis konseptual dan implikasi praktis hasil penelitian.

Sementara itu, selaku Promotor, Prof. Dr. Imam Sutomo, M.Ag. menegaskan bahwa disertasi Zuhri Fahruddin menunjukkan kematangan akademik dan konsistensi metodologis. Ia menyampaikan bahwa penelitian ini tidak hanya memperkaya khazanah keilmuan Pendidikan Islam, tetapi juga dapat menjadi rujukan bagi lembaga pendidikan Islam dalam mengembangkan model pembelajaran yang seimbang antara rasionalitas, teks, dan spiritualitas.

Ketua penguji yang juga memimpin jalannya sidang, Prof. Dr. Zakiyuddin, M.Ag., memberikan apresiasi atas kerja keras dan dedikasi mahasiswa dalam menyelesaikan studi doktoralnya. Ia berharap hasil disertasi ini dapat dikembangkan lebih lanjut melalui publikasi ilmiah dan diimplementasikan dalam praktik pendidikan Islam. Ujian promosi doktor ini sekaligus menegaskan komitmen Pascasarjana UIN Salatiga dalam melahirkan doktor-doktor yang memiliki integritas keilmuan serta kontribusi nyata bagi pengembangan pendidikan Islam di Indonesia. (MAN)

Kategori
Berita

Akademisi Pascasarjana UIN Salatiga Bahas Generasi Waras di Era Bising sebagai Kompas Moderasi Beragama

Demak, 2 Desember 2025 – RM Kalijaga Botorejo

Gelaran Penguatan Moderasi Beragama dan Peran ROHIS dalam Mewujudkan Demak Berakhlak yang diselenggarakan pada Selasa, 2 Desember 2025, di RM Kalijaga Botorejo Demak menghadirkan satu momentum penting bagi dunia pendidikan dan pembinaan generasi muda di Kabupaten Demak. Kegiatan yang diikuti oleh 175 peserta—terdiri dari pejabat pemerintah daerah, kementerian agama, Guru PAI, serta perwakilan siswa SMA dan SMK se-Kabupaten Demak—ini menjadi ruang perjumpaan lintas peran yang sangat strategis dalam upaya penguatan moderasi beragama di lingkungan sekolah.

Pada kegiatan tersebut, hadir secara langsung Bupati Kabupaten Demak dr. Hj. Eisti’anah, SE., yang membuka kegiatan sekaligus memberikan arahan kebijakan pemerintah daerah dalam memperkuat nilai kebangsaan, keagamaan, dan karakter pelajar. Hadir pula Dr. Salma, Kasi PAI Kankemenag Kabupaten Demak, serta tokoh pendidik, pembina ROHIS, dan Pengurus Rohis SMK & SMA se Kabupaten Demak. Namun dari seluruh rangkaian kegiatan tersebut, salah satu segmen yang paling menyita perhatian adalah pemaparan mendalam dari Dr. Muhammad Aji Nugroho, Lc., M.Pd.I., Dosen Pascasarjana UIN Salatiga dan trainer moderasi beragama. Materi yang ia sampaikan, berjudul “Generasi Waras di Era Bising: Moderasi Beragama sebagai Kompas Hidup”, menjadi inti dari diskusi, percakapan, dan refleksi peserta sepanjang kegiatan.

Era Bising: Sebuah Gambaran Keresahan Zaman

Mengawali materinya, Dr. Aji memotret realitas sosial saat ini sebagai “Era Bising”—istilah yang digunakan untuk menggambarkan betapa derasnya arus informasi, betapa mudahnya konflik pandangan terjadi di media sosial, serta betapa cepatnya emosi kolektif masyarakat berubah. Menurutnya, generasi muda saat ini hidup dalam ruang yang dipenuhi: 1) kebisingan digital, 2) kaburnya batas benar–salah, 3) normalisasi ujaran kebencian, 4) tekanan sosial dan tuntutan eksistensi, 5) perbandingan hidup yang tidak sehat, 6) dan terpaan konten ekstrem yang menggerus akhlak. “Mereka tidak hanya harus cerdas, tetapi juga harus waras. Kewarasan inilah yang terancam ketika seseorang kehilangan kompas hidupnya,” tegas Dr. Aji. Ia menegaskan bahwa era bising memunculkan generasi yang mudah terpicu, mudah terprovokasi, dan mudah patah—karena tidak memiliki pedoman nilai yang kuat untuk menavigasi hidup.

Moderasi Beragama: Kompas Ketika Arah Hidup Mulai Kabur

Di tengah situasi tersebut, moderasi beragama hadir sebagai kompas hidup—sebuah alat pemandu agar seseorang tetap berada di jalur tengah yang seimbang, tidak tergelincir ke ekstrem kiri maupun ekstrem kanan. Menurut Dr. Aji, moderasi beragama bukanlah ajaran baru, melainkan cara beragama yang telah lama diajarkan dalam tradisi agama dan budaya bangsa Indonesia. Namun di era bising, moderasi beragama perlu dipertegas kembali sebagai fondasi karakter. Dr. Aji memaparkan empat fondasi moderasi beragama yang menjadi orientasi hidup: 1) Fondasi Ideologi Agama, yang harus menjadi sumber kedamaian, bukan alat untuk menjustifikasi kebencian atau kekerasan, karena baginya beragama harus proporsional, adil, dan tidak ekstrem; 2) Fondasi Kebangsaan, yang menjadikan moderasi sejalan dengan penguatan cinta tanah air, dengan menghormati simbol negara, menghayati Pancasila, dan menjaga kerukunan nasional; 3) Fondasi Kenegaraan, yang menjadikan sikap beragama tidak dapat dilepaskan dari tanggung jawab terhadap stabilitas negara. Menghargai hukum, menjaga harmoni sosial, dan mendukung pemerintahan yang sah adalah bagian dari moderasi beragama; 3) Fondasi Kemanusiaan Universal, yang menjadikan moderasi mencakup penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia. Ini adalah fondasi agar seseorang tidak terjebak dalam cara pandang sempit, sektarian, dan intoleran.

Dr. Aji menegaskan, “Kompas hidup bukan hanya teori. Kompas hidup harus bisa dipegang, diikuti, dan menjadi pedoman ketika seseorang dihadapkan pada pilihan-pilihan sulit di era digital.

Respons Bupati Demak: Penguatan Moderasi Adalah Kebutuhan Mendesak

Dalam sambutannya, Bupati Demak menekankan pentingnya pendidikan karakter bagi siswa di Demak. Ia menyampaikan bahwa pemerintah daerah telah menempatkan program pembinaan moral dan kebangsaan sebagai bagian dari prioritas. Namun, yang menarik, Bupati menunjukkan kekaguman mendalam terhadap materi yang disampaikan Dr. Aji.
Cara beliau menjelaskan moderasi beragama,khususnya di tengah era yang penuh kebisingan ini, sangat mencerahkan. Ini yang kita butuhkan untuk membimbing generasi Demak agar tetap memiliki akhlak yang kuat,” ujarnya. Bupati memandang pemikiran tersebut selaras dengan visi Demak Berakhlak, yang berfokus pada pembentukan individu yang tidak hanya kompeten tetapi juga berkarakter.

Peran ROHIS: Garda Depan Pembinaan Karakter di Sekolah

Sementara itu, Dr. Salma, Kasi PAI Kankemenag Kabupaten Demak, menegaskan bahwa ROHIS memiliki kontribusi strategis dalam membentuk generasi yang moderat dan berakhlak mulia. Ia menekankan bahwa ROHIS perlu menjadi ruang pembinaan yang ramah, terbuka, dan membangun. “ROHIS harus menjadi ruang aman bagi siswa untuk bertumbuh. ROHIS harus membina, bukan menekan. ROHIS harus mempersatukan, bukan memecah,” tegasnya. Dr. Salma, mengingatkan para pembina bahwa bimbingan yang tepat akan membentuk siswa yang bukan hanya religius, tetapi juga inklusif dan toleran.

Antusiasme Peserta: Wawasan Baru untuk Generasi Baru

Suasana diskusi berlangsung dinamis. Peserta kegiatan menyampaikan bahwa materi ini memberikan wawasan baru dalam menghadapi berbagai tantangan pendidikan masa kini, terutama terkait penyebaran paham intoleran dan konten ekstrem yang masuk ke sekolah.

Para siswa, terutama pengurus ROHIS, mengaku mendapatkan pemahaman baru tentang cara beragama yang menyejukkan dan membumi. Banyak dari mereka menilai materi tersebut membuka mata tentang pentingnya menjaga kewarasan diri di tengah budaya digital. Seorang siswi SMK menyampaikan, “Kami sering merasa bingung dengan banyaknya informasi di media sosial. Hari ini kami jadi tahu bahwa moderasi itu penting agar kami tidak mudah terseret arus.

Dampak Kegiatan: Langkah Strategis menuju Demak Berakhlak

Kegiatan ini bukan hanya penyampaian materi, tetapi juga bentuk kolaborasi antara pemerintah daerah, Kemenag, pendidik, dan akademisi untuk memperkuat pondasi karakter generasi muda. Dr. Aji memberikan gambaran jelas bahwa generasi waras adalah generasi yang mampu: 1) mengelola emosi; 2) menggunakan akal sehat; 3) memfilter informasi; 4) menghargai perbedaan; 5) setia pada nilai-nilai kebangsaan; 6) dan memiliki kompas hidup yang kokoh. Semua ini selaras dengan arah pembangunan karakter Kabupaten Demak yang menempatkan akhlak, moderasi, dan kebangsaan sebagai tiga pilar utama.

Kegiatan Penguatan Moderasi Beragama ini menjadi salah satu agenda penting yang menegaskan komitmen Demak dalam mewujudkan pelajar yang berakhlak, cerdas, dan moderat. Pemikiran Dr. Muhammad Aji Nugroho memberikan ruang refleksi bagi semua pihak bahwa di era yang semakin bising, moderasi beragama merupakan kebutuhan fundamental bagi keberlangsungan generasi mendatang. Dengan materi “Generasi Waras di Era Bising: Moderasi Beragama sebagai Kompas Hidup,” kegiatan ini diharapkan menjadi pemantik semangat baru di lingkungan ROHIS dan seluruh sekolah di Kabupaten Demak, agar terus menanamkan nilai-nilai damai, toleran, dan berimbang bagi seluruh peserta didik. (MAN).

Kategori
Berita

Munajat PaparkanGlobal-to-Local Geopoliticsdalam Seminar Internasional CEPASO

Salatiga – Munajat tampil sebagai narasumber dalam Seminar Internasional CEPASO 2025 yang diselenggarakan pada Senin, 17 November 2025, bertempat di Hotel Grand Wahid, Kota Salatiga. Seminar bertema “Religion, Politics, and Peace Building: Critical Perspectives” ini menghadirkan akademisi, praktisi, dan pemangku kepentingan dari berbagai negara untuk membahas tantangan dan strategi membangun perdamaian di tengah konflik berbasis agama, etnis, dan politik.

Dalam paparannya, Munajat membahas konsep Global-to-Local Geopolitics dan bagaimana dinamika konflik global dapat membentuk ancaman konflik dan kekerasan di Indonesia. Ia menekankan pentingnya memahami konflik di negara-negara mayoritas Muslim dan kawasan strategis dunia sebagai langkah pencegahan. Beberapa contoh konflik yang disorot meliputi perang sipil di Suriah, konflik Saudi–Houthi di Yaman, ketidakstabilan pasca-invasi AS di Irak, konflik Palestina–Israel, perang faksi di Libya, serta ketegangan geopolitik Iran–AS. Di Afrika Utara dan Sub-Sahara, konflik Sudan, krisis Somalia, dan insurgensi ekstremis di Mali dan Nigeria Utara menjadi perhatian, sementara di Asia Tengah dan Kaukasus konflik Afghanistan dan Chechnya, serta di Asia Tenggara krisis Rohingya di Myanmar, konflik Moro di Filipina Selatan, dan konflik Patani di Thailand Selatan turut dijadikan rujukan.

Munajat juga menyoroti tantangan domestik Indonesia, termasuk pelanggaran kebebasan beragama, konflik Sunni–Syiah, isu Ahmadiyah dan minoritas lain, serta kekerasan ekstremis dan terorisme. Ia menjelaskan bahwa fenomena Collective Violence, kekerasan kelompok terhadap kelompok lain, sering muncul dari moral disengagement dan persepsi ancaman. Pendekatan Human Security menjadi sorotan utama dalam strategi perdamaian yang disampaikannya, dengan menempatkan perlindungan dan pemberdayaan individu sebagai prioritas, serta mengantisipasi ancaman berupa ketidakamanan ekonomi, pangan, kesehatan, degradasi lingkungan, kekerasan, dan pelanggaran hak asasi manusia.

Munajat memaparkan strategi peacebuilding berkelanjutan melalui empat dimensi: pencegahan konflik melalui literasi media, regulasi anti-provokasi, dan sistem peringatan dini; resolusi konflik melalui mediasi, kepemimpinan agama/adat, dan dialog multi-pemangku kepentingan; pemulihan pasca-konflik melalui rekonstruksi, penyembuhan trauma, dan reintegrasi mantan kombatan; serta pembangunan perdamaian jangka panjang melalui pendidikan perdamaian, deradikalisasi, dan reformasi kebijakan. Ia menekankan bahwa strategi ini harus dijalankan secara multi-sektoral dan interdisipliner, melibatkan pemerintah, masyarakat sipil, akademisi, sektor swasta, dan aktor kemanusiaan. Munajat menutup presentasinya dengan menegaskan, “Memahami konflik global bukan sekadar wawasan akademik. Ini adalah langkah strategis untuk mencegah kekerasan dan membangun perdamaian yang berkelanjutan di Indonesia.” (MAN)

Kategori
Berita

Dari Liberal Peace ke Just Peace: Perspektif Sumanto Al Qurtuby dalam Seminar Internasional CEPASO

Salatiga – Di Hotel Grand Wahid, Kota Salatiga, pada Senin, 17 November 2025, suasana seminar internasional CEPASO 2025 menjadi sarat wawasan ketika Sumanto Al Qurtuby dari Satya Wacana Christian University memaparkan kritiknya terhadap kerangka liberal peace yang selama ini menjadi acuan dominan dalam pembangunan perdamaian global. Dengan tema “Religion, Politics, and Peacebuilding: Critical Perspectives”, sesi ini menghadirkan pandangan segar tentang bagaimana pendekatan Barat sering gagal menghadapi kompleksitas konflik di berbagai belahan dunia.

Al Qurtuby menjelaskan bahwa kerangka liberal peace berasumsi bahwa pembangunan ekonomi, demokrasi, dan kontrol politik masyarakat akan secara otomatis membawa perdamaian. Namun, pengalaman di Timur Tengah dan Asia Tenggara menunjukkan sebaliknya. “Tidak semua individu atau organisasi masyarakat sipil memiliki niat baik membangun perdamaian,” ujarnya. Bahkan, beberapa CSO dan aktor lokal kadang berperan dalam memperkuat kekerasan atau memicu konflik baru.

Selain itu, Al Qurtuby menyoroti bagaimana liberal peace sering mengabaikan kepentingan kelompok lokal, struktur sosial-politik, dan potensi agama sebagai sumber perdamaian. Ia menekankan bahwa pendekatan ini terlalu fokus pada aspek politik dan ekonomi, sehingga gagal menangkap dinamika budaya dan nilai-nilai sosial yang membentuk perdamaian berkelanjutan.

Dalam presentasinya, Al Qurtuby juga memperkenalkan konsep peacebuilding yang lebih luas: negative peacebuildinguntuk menghentikan kekerasan langsung, positive peacebuilding yang menangani faktor struktural penyebab konflik, dan just peacebuilding, yang menekankan keadilan sebagai inti perdamaian. Just peacebuilding, menurutnya, menekankan transformasi hubungan antarbudaya dan penyembuhan dari ketidakadilan struktural, sehingga perdamaian tidak hanya berhenti pada penghentian konflik fisik tetapi juga menangani akar ketidakadilan.

Al Qurtuby menutup sesi dengan menegaskan perlunya strategi peacebuilding yang bersifat taktis dan strategis, membangun jaringan luas antaraktor perdamaian, dan menggabungkan elemen sekuler serta religius. Pendekatan ini, katanya, adalah fondasi bagi kerangka perdamaian pasca-liberal yang lebih adil, inklusif, dan mampu menjawab tantangan konflik masa kini. (MAN).

Kategori
Berita

Stéphane Lacroix Paparkan Pelajaran Perdamaian dari Timur Tengah dalam Seminar Internasional CEPASO 

Salatiga – Di tengah suasana Hotel Grand Wahid, Kota Salatiga, pada Senin, 17 November 2025, Stéphane Lacroix membuka wawasan peserta Seminar Internasional CEPASO 2025 tentang bagaimana pelajaran dari Timur Tengah dapat membentuk strategi perdamaian di seluruh dunia. Sebagai Associate Professor of Political Science dan Co-Director Program on Religious Studies di Sciences Po, Paris, Prancis, Lacroix memadukan analisis akademis dan pengalaman lapangan untuk menjelaskan hubungan kompleks antara agama, politik, dan perdamaian.

Dalam sesi yang penuh perhatian ini, Lacroix menyoroti periode antara perang dunia (inter-war period) sebagai fase krusial yang membentuk negara-negara modern di Timur Tengah. Ia menjelaskan bagaimana keragaman etno-religius di Lebanon, Suriah, dan Irak—dari komunitas Maronit, Druze, Sunni, Syiah, hingga kelompok minoritas lain—menjadi sumber kekayaan budaya sekaligus potensi konflik. “Ketegangan tidak hanya muncul dari identitas agama,” ujar Lacroix, “tetapi juga dari politik lokal yang terfragmentasi dan pengaruh kekuatan eksternal yang membentuk dinamika konflik yang terus berlangsung hingga hari ini.”

Lacroix menekankan bahwa pelajaran dari sejarah sosial-politik Timur Tengah memiliki relevansi praktis bagi perdamaian di negara lain, termasuk Indonesia. Ia menekankan pentingnya inklusivitas politik, dialog antar-komunitas berbasis kesetaraan, serta pengakuan terhadap pluralitas identitas. Pendekatan ini dianggap vital untuk mencegah eskalasi konflik, memperkuat kohesi sosial, dan membangun perdamaian yang berkelanjutan.

Acara ini berlangsung interaktif, memungkinkan peserta dari berbagai latar belakang—akademisi, praktisi, hingga pembuat kebijakan—untuk berdiskusi dan mengeksplorasi strategi perdamaian yang dapat diterapkan di konteks lokal. Lacroix menutup sesi dengan pesan yang kuat: “Memahami sejarah, politik, dan keragaman masyarakat bukan sekadar teori. Ini adalah fondasi praktis untuk merancang strategi perdamaian yang efektif, mengurangi ketegangan, dan mempromosikan harmoni sosial di masyarakat yang heterogen.”

Dengan perspektif yang menggabungkan sejarah, analisis politik, dan keragaman sosial, Lacroix berhasil menyajikan wawasan yang tidak hanya relevan secara akademik, tetapi juga aplikatif bagi siapa pun yang bekerja untuk membangun perdamaian di dunia nyata. (MAN).

Dengarkan Teks