Pada Hari kamis 10 Agustus 2023 bertempat di Aula lantai 3 Gedung KH. Hasyim Asy’ari UIN Salatiga. Progam Studi PAI Doktor (S3) PAI UIN Salatiga lakukan Joint Lecture Bersama dengan Prof. Dr. Ednan Aslan dari Vienna University Austria dan 10 orang Mahasiswa Program Doktornya. Hadir dalam kegiatan tersebut Prof. Dr. Phil Asfa Widiyanto selaku direktur Pascasarjana UIN Salatiga sekaligus pemateri, yang ditemani Prof. Dr. Sa’adi dan Dr. Maslikhah selaku pemateri yang kedua dan ketiga dari Program Doktor PAI UIN Salatiga, dan Noor Malihah, Ph.D. selaku Wadir Pasca sekaligus moderator kegiatan, serta puluhan mahasiswa pascasarjana program Doktor dan Magister yang mengikuti, untuk melakukan kajian bersama pengembangan pengetahuan terkait dengan tema isu-isu terkini tentang pendidikan multikultural yang ditinjau dari berbagai prespektif.
Dr. Nafis selaku kaprodi S3 PAI UIN Salatiga, menyampaikan kegiatan ini memberikan dampak yang signifikan bagi mahasiwa, karena akan memberikan pengalaman belajar international dari penutur asli dengan tema diskusi yang sedang tren di daerah multikultur seperti Indonesia ini. Prof Asfa sebagai pembicara pembuka kegiatan, menyampaikan bahwa kegiatan ini mampu meningkatkan Skill keterampilan literasi-multikultural mahasiswa baik dari UIN Salatiga dan Vienna University, sekaligus memberdayakan atas apa yang telah dipelajari diruang kelas pada ruang yang lebih luas lagi, yang menjadikan mahasiswa lebih termotivasi untuk mendapat pengalaman belajar yang lebih baik (bertukar ilmu dan pemahaman) dari komunitas pendidikan berstandar international, sehingga paham dengan apa yang dibaca dan dikajinya. “Ujar Prof. Asfa”.
Prof Etlan Aslan, menyampaikan orasinya dengan menampilkan Perspektif yang berbeda Pendidikan Antarbudaya dan Pendidikan Keagamaan Sebagai Kapasitas untuk Kemajemukan, dalam uraiannya Prof etlan menyampaikan perbedaan antara pluralitas dan pluralism. Menurutnya pluralitas menggambarkan keragaman yang dominan dan komprehensif dalam masyarakat dan menunjukkan keterlibatan pluralistik yang teratur sebagai sesuatu yang diberikan. Sedangkan pluralisme mewakili politik, tetapi juga tantangan atau tugas pedagogis. Menurutnya seorang pluralis berbeda dari seorang relativis dalam hal dia memperoleh strategi keterlibatannya dari budaya tertentu yang dia miliki. “Ujar Prof. Etlan Aslan”. Uraian ini terkoneksi dengan penjelasan Dr. Maslikah yang menyampaikan ketika nilai dan budaya tertentu tidak dapat direkonsiliasi, diperlukan arbiter yang dapat menyatukannya, dan itu tampak pada semangat multikulturalisme yang telah menjadikan Pendidikan sebagai kunci untuk menyampaikan pesan dan misi prulalitas dan multikulturalitas kehidupan umat manusia.
Dr. Sa’adi selaku pembicara ketiga menggambarkan Islam Indonesia yang memiliki kontribusi riil dalam nenjaga perdamaian dan keharmonisan dunia. Menurutnya kondisi ini tampak dari keberadaan Indonesia itu sendiri yang sangat beranekaragam, mulai dari daerah yang bersifat kepulaan, Bahasa, warna kulit, adat istiadat dan agama yang melekat dari keragaman budaya tersebut, namun masih tampak rukun dan baik. Hal ini dikarenakan kultur orang Indonesia yang religious, solidaritasnya tinggi, kooperatif, ramah, adaptif dan fleksibel, serta mengakomodasi tradisi yang berjalan dimasyarakat. Bila mau melihat lebih dalam, hal ini tampak pada UIN salatiga yang bangunan gedungnya menggambarkan tokoh tokoh inspiratif pemersatu Bangsa Indonesia dan warga masyarakat kota Salatiga.
Ibrahim selaku asisten Dosen Prof Etlan, menguraikan tentang teologi Islam mulai dari al-Ash’ari (936), al Maturidi (944), dan Ibn Taymiyya (1328), dengan mengkaji beberapa surat, yang beriskan tentang peringatan Allah akan hancurnya peraban manusia, posisi Islam sebagai agama yang sempurna di tangan Allah, yang kemudian ditutup dengan uraian ayat yang berisi tentang orang yang beriman dan beramal sholeh dari Islam, Kristen, majusi akan masuk kedalam surganya Allah. Hal ini yang kemudian dikonfrimasikan Dr. Aji sekretaris prodi S3 PAI terkait uraian kedua ayat tersebut dengan pendekatan tafsir Ibnu Katsir, at-thabathabatha’I, and alwi shihab. Ibrahim menjawab, bahwa multikulturalisme tidak untuk merubah identitas seseorang, tapi lebih kepada sikap dan perilaku agar dapat menempatkan seseorang pada posisinya sebagai manusia. “Ujar Ibrahim”. Laura salah satu mahasiswa Viena University bertanya tentang praktik pembelajaran pendidikan multicultural ditingkat sekolah, dijawab oleh Dr. Maslihah, dengan cara belajar Bersama untuk saling mengenal satu dengan lainnya, untuk saling memahami dan menghormati karakter masing-masing, sehingga tidak membatasi ruang yang ada dengan perbedaan yang melekat. (KHAN)